Borong, seputar-ntt.com – Tanaman Porang atau bahasa latinnya Amorphophallus oncophyllus akhir-akhir ini namanya menjadi heboh sejak dikembangkan dan di ekspor ke mancanegara.
Tanaman Porang merupakan jenis umbi-umbian. Porang banyak digunakan sebagai bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, pembuatan lem, hingga jelly. Tanaman porang memiliki nilai strategis untuk dikembangkan karena punya peluang yang cukup besar untuk diekspor.
Tanaman porang memiliki potensi yang sangat bagus untuk siapa saja yang mau berusaha. Sebab, dengan potensi ekspor yang tinggi, penyedia umbi Porang di Manggarai Raya masih terbatas. Apalagi tanaman ini adalah tanaman yang toleran terhadap naungan. oleh karena itu sangat baik ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan (pepohonan).
Di Manggarai Timur khususnya di Kecamatan Lamba Leda, Porang banyak tumbuh liar di pekarangan atau di pinggiran hutan, serta di bawah naungan pohon Kopi dan Kemiri.
Tingginya permintaan pasar dunia, membuat warga di Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) giat membudidayakan tanaman Porang.
Pantauan Seputar-ntt.com pada Rabu, (15/1/2020) di Desa Compang Deru, Kecamatan Lamba Leda kurang lebih 80 persen (%) warga membudidayakan tanaman Porang di lahan milik mereka.
Harga jual umbi Porang di Kabupaten Manggarai Timur cukup bervariasi, Porang jenis umbi basah berkisar Rp 7000 – 15000 per kilogram, sedangkan umbi Porang kering berkisar Rp 55000 – 65000 per kilogram.
Ignasius Djo, Salah seorang petani di Desa Compang Deru, Kecamatan Lamba Leda saat ditemui Wartawan di lokasi miliknya mengatakan, tanaman Porang merupakan tanaman yang mudah dirawat.
“Umbi Porang ini peliharanya tidak susah, apalagi didaerah kami ini cocok untuk budidaya umbi Porang,” Ucap Ignasius.
Bagi pria yang biasa disapa Egi itu, tanaman Porang merupakan salah satu sumber perekonomian baru yang cukup menjanjikan sejak beberapa tahun terakhir.
“Saya sudah merasakan hasil jual umbi Porang tahun 2019 lalu, diperkirakan 2 juta lebih pak, itu sebabnya saya semangat membudidayakan umbi Porang, Pak”, Ujar Egi.
Berkat keuletannya, Egi juga telah menanam ribuan tanaman jenis umbi-umbian itu dibeberapa lokasi miliknya.
“Pada tahun 2020 ini saya menanam umbi Porang di tiga lokasi, yakni di Wae Cabet sebanyak 700 pohon, di Wae Kemut 500 pohon, sedangkan di Wae Tamuk 200 pohon, total keseluruhan 1.400 pohon”, Cetus Ignasius.
Hal senada disampaikan Kladeus, salah satu petani yang juga membudidaya tanaman Porang tersebut.
“Saya punya sudah lumayan banyak, cuman saya tidak hitung satu per satu saat tanam, tahun 2019 saya timbang basah mendapatkan ratusan ribu, tapi waktu harganya masih Rp. 5000 per kilo gram”, ungkapnya.
Ia pun berharap harga umbi Porang jauh lebih tinggi dari harga pada tahun sebelumnya. (Fidel Sanath)