Kupang, seputar-ntt.com – Sekelompok aktifis anti korupsi di NTT yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Anti Korupsi Nusa Tenggara Timur (ARAK NTT) menyerukan pembebasan terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang ditangkap dan ditahan oleh Mabes Polri, Jumad (23/1/2015).
Dalam pernyataan sikap yang diterima wartawan di Kupang, ARAK NTT yang dikoordinir Bedi Roma menyebutkan, selain menyerukan pembebasan Bambang, ARAK NTT juga menyerukan penyelamatan terhadap upaya kriminalisasi terhadap KPK.
“Tangkap mafia dan pelaku korupsi di Indonesia, segera bangun KPK sampai ke daerah serta Reformasi Total institusi POLRI,” ujar Bedi Roman dan sekretarisnya Mariones Langasa.
ARAK NTT menilai, penangkapan Bambang merupakan upaya untuk melemahkan kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Menurut ARAK, Negara tidak lagi melindungi bangsanya sendiri akibat para pengelola (pemerintah) cendrung bermain diatas situasi bangsa yang lagi mengalami devisit kesejahtraan.
“Korupsi adalah musuh kita bersama, korupsi melahirkan kemiskinana dan keterbelakangan, karupsi harus dilawan bukan korupsi harus di rawat dan koruptor dilindungi,” ujar mereka.
Pemerintahan Presiden Jokowi tengah mempertontonkan sikap melindungi koruptor dengan menetapkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal KAPOLRI yang sudah masuk daftar KPK bahwa Budi Gunawan memiliki Rekening Gendut pada tahun 2010 silam, dan bertepatan degan proses pencalonan KAPOLRI Budi Gunawan KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai Tersangka.
“Tentu sebagai rakyat, kami memiliki rasa kebanggaan yang sangat besar atas kerja keras KPK untuk memberantas korupsi, namun dibalik upaya pemberantasan korupsi justru pimpinan KPK di kriminalisasi dan dipolitisasi untuk memperlemah kinerja kerja KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Sungguh sangat disesali ketika Bambang yang adalah salah satu pimpinan KPK di tetapkan sebagai tersangka oleh MABES POLRI. Ada apa dibalik kepedulian keadilan yang kaget-kaget,” tanya mereka.
ARAK menambahkan. Perilaku para pemburu kekuasan ini bukan baru terjadi, tetapi sudah berlangsung lama, namun terkesan belum berkahir. Para penguasa dan elit politisi juga hanya menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebatas sloganitas politik tanpa isi.
“Bukankah pemerintahan Jokowi yang di gadang-gadang sebagai pemerintah yang bersih, Pemerintah yang mau mengadirkan Indonesia hebat, dimanakah substansi revolusi mental yang dibumikan selama ini? Sungguh sangat naïf dan tidak bermoral ketika koruptor masih mau dipilih menjadi pemimpin institusi peradilan yang tentu akan menjadi corong hukum di negeri ini,” sesal mereka.(llt)