Kupang, seputar-ntt.com – Asisten III, Pemkot Kupang, Rens Tokoh menyebut sopir mobil sampah pada Dinas Kebersihan Kota Kupang, banyak yang buta Huruf. Hal ini dikatakan Rens dalam Rapat Badan Anggaran, (Banggar) DPRD Kota Kupang, yang digelar, Senin (11/7) dengan agenda pembahasan temuan BPK dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban, (LKPJ) Walikota Kupang Kota Kupang tahun anggaran 2015.
Ungkapan itu disampaikan Asisten III Rens Tokoh saat Anggota Banggar, Daniel Hurek mempertanyakan tentang penggunaan anggaran di Dinas Kebersihan Kota Kupang yang diperuntukan dalam memenuhi keperluar Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi mobil operasional dan pembelian suku cadang yang nilai mencapai Rp. 4,11 Miliar di tahun anggaran 2015, Dan hal tersebut telah menjadi temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, (BPK) perwakilan Nusa Tenggara Timur.
Menurut Hurek, penggunaan dana tersebut sangat tidak masuk akal, terlebih ditunjang dengan tidak adanya struk bukti pembelian BBM dari tempat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, atau SPBU dan kwitansi dari toko-toko penyedia suku cadang mobil.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Tiga sekretarian Daerah Kota Kupang, Rens Tokoh mewakili Pemerintah Kota Kupang dan Dinas Kebersihan, mengaku, hal itu terjadi akibat minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh para sopir di Dinas Kebersihan. Sehingga mereka tidak memperdulikan mengenai struk ataupun kuitansi yang pada dasarnya dibutuhkan dalam pembuatan laporan keuangan.
Tokoh menjelaskan, sopir truk di Dinas Kebersihan Kota Kupang pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Bahkan, ada juga sopir yang buta huruf.
Mendengar penjelasan Asisten III tersebut, Anggota Banggar, Daniel Hurek mengaku belum bisa menerima alasan tersebut. Karena menurutnya, seminim apapun pengetahuan seseorang, tidak mungkin sampai tidak mengetahui pentingnya struk dan kuitansi bagi dinasnya untuk dipakai dalam mempertanggungjawakan dana yang digunakan.
Hurek menambahkan, sebagai mitra Pemerintah dirinya hanya membantu mengawasi, tetapi persoalan di Dinas Kebersihan tetap merupakan kewenangan Pemerintah untuk menyelesaikannya. Selain itu, jawaban yang diberikan pemerintah melalui Asisten III juga menurutnya tidak bisa dicerna secara baik oleh logika, sehingga dirinya juga belum bisa membantu memberikan masukan untuk menyelesaikan hal tersebut. (riflan hayon)