Maumere, seputar-ntt.com – Dua orang Calon Kepala Desa (Cakades)Desa Watuliwung, Kecamatan Kangae, menduga adanya persekongkolan jahat antara salah satu cakades dengan panitia pemilihan kepala Desa (Pilkades), pasalnya mereka digugurkan begitu saja sehingga tidak bisa mengikuti Pilkades serentak, Juli mendatang.
Dua orang Cakades itu adalah Markus Moang dan Maria Katharina.
Ditemui seputar-ntt.com, Jumat (23/6) di kediamannya, Markus mengaku kecewa dengan panitia Pilkades Desa Watuliwung karena bekerja tidak profesional dan terkesan pilih kasih.
Dikatakan Markus, dirinya dicoret dari bursa pencalonan Kades oleh panitia padahal ia sudah melengkapi semua persyaratan yang diminta.
“Saya heran nama saya tidak ada padahal berkas-berkas yang diminta sudah saya penuhi semuanya. Saya duga ada persekongkolan,” ujarnya.
Markus menambahkan, panitia pilkades berdalih kalau dirinya tidak diakomodir karena masih berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Namun, menurut Markus, ia sudah pensiun sehingga memiliki hak untuk mencalonkan diri.
Lebih lanjut, Markus mengatakan dirinya sudah melaksanakan Masa Persiapan Pensiun (MPP) dan resmi pensiun per 11 Desember 2016. Karena itu, tidak ada hal yang memberatkan dirinya menjadi salah satu bakal calon Kepala Desa Watuliwung.
“Kalau ada yang kurang harusnya panitia sampaikan saat masa verifikasi supaya kami bisa lengkapkan. Bukan saat penetapan baru asal coret-coret saja,” tuturnya.
Markus menegaskan, panitia pilkades perlu melakukan konsultasi dengan Camat Kangae dan Dinas terkait untuk menangani polemik ini.
Sementara itu, Maria Katharina menyesalkan keputusan panitia pilkades karena tidak adil.
Dirinya heran karena tidak bisa masuk bursa pencalonan kades lantaran ijazah SD yang disertakannya dipolemikan panitia. Padahal ia sudah pernah mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dari partai Hanura dan sebagai calon kepala desa Watuliwung di periode yang lalu.
Menurutnya, ijazah SD miliknya sudah hilang namun sudah diurus di sekolah asal. Hanya ada satu kesalahan yakni kesalahan pencantuman nomor ijazah oleh pihak sekolah sehingga butuh waktu untuk diperbaiki.
“Saya rasa panitia tidak profesional padahal ketua panitia adalah wakil kepala sekolah. Dulu saya bisa calon kenapa sekarang tidak bisa,” tandasnya.
Maria berharap pemerintah Kabupaten Sikka melihat polemik ini sebagai sebuah pelajaran supaya tidak terjadi lagi.(tos)