Hamba Uang atau Hamba Tuhan

  • Whatsapp

Aku seorang janda, namaku Jean, namun para tetangga memanggilku dengan sapaan ma E’en. Usiaku hampir menginjak 50 tahun, dan Keseharianku menjaga toko kecil peninggalan suamiku. Aku menjual sembako dan kebutuhan rumah tangga lainnya, yaah cukuplah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menghidupi kedua anak perempuanku yang cantik-cantik.

Suamiku dipanggil Tuhan sejak 15 tahun lalu, ketika anak-anakku masih bersekolah dibangku SMA. Kini anak-anakku semua sudah berumah tangga dan aku baru memiliki satu orang cucu. Aku tinggal sendiri, yaa kadang anak-anakku datang menemaniku sehari, dua hari. Jadi untuk mengisi waktu luang di sela-sela kegiatan bisnis usaha, aku aktif dalam kegiatan persekutuan peribadatan kaum wanita di sekitar lingkungan rumah. Dari keaktifanku tersebut, oleh beberapa orang memilihku untuk menjadi pelayan Tuhan di gereja sebagai seorang majelis jemaat. Aku merasa ini panggilan Tuhan, siapa tahu dalam kesibukanku yang baru ini, aku bisa mendapatkan banyak saudara dan teman-teman yang baik dalam mengemban tugas pelayanan.

Panggilan melayani tersebut membuatku tulus dan bersemangat dalam pelayanan. Apalagi aku makin dekat dengan para pendeta di gereja, bahkan mereka jadi tempat curhat dan kemudian mereka mendoakanku. Sungguh aku bersukacita. Sampai pada suatu saat dari kedekatanku dengan rekan-rekan sepelayanan dan para pendeta, aku dipercayakan sebagai ketua wilayah pelayanan. Demi pelayanan lebih baik aku menerima kepercayaan tersebut, lebih dari itu aku mengimani ini adalah perkara besar yang Tuhan percayakan kepadaku.

Awalnya semua berjalan normal, baik dan tidak ada masalah. Namun pada suatu waktu aku pergi ke gereja untuk memasukan jadwal ibadah di wilayah yang aku pimpin, aku disodorkan sebuah kertas berisikan angka-angka rupiah dengan semua rincian peruntukannya oleh seorang staf gereja. Disitu aku paham bahwa ini adalah rancangan anggaran untuk pelayanan satu tahun kedepan. Aku coba mempelajarinya dengan seksama, sambil mengerutkan dahi, kok ada yang aneh, kataku dalam hati. Namun hal yang aneh tersebut seperti lalu saja dari dalam pikiranku, mungkin karena kepolosanku. Bayanganku, uang begini banyak pasti akan sangat membantu kegiatan pelayanan. Kemudian beberapa catatan aku tulis dalam buku berdasarkan apa yang aku baca dan mengerti. Sentuhan lembut seseorang pada pundakku, sontak membuatku terkejut, ternyata pak felix, seorang yang sangat dihormati dikalangan jemaat.

Apa yang mama catat, Tanya pak Felix sambil melihat buku catatan yang terbuka. Ohhh tidak Bapak, ini catatan sengaja saya buat agar dapat membantu saya dalam membaca angka-angka ini dan mengerti peruntukannya, sahutku;, sambil menutup buku catatan dengan malu-malu. Yaaaa maklum bapak, saya orang baru, jadi harus paham apa yang saya kerjakan dan apa yang kemudian nanti akan saya buat. Mungkin nanti ada yang bertanya, setidaknya saya bisa jelaskan, sambungku memperjelas.

Pak felix manarik sebuah kursi lalu duduk di hadapanku, dengan lembut dan sedikit berbisik katanya; begini, ma E’en kan orang baru dalam organisasi gereja, sambil mengambil kertas yang berisikan angka-angka rupiah tadi, dan melanjutkan bisikannya; ini hasil rumusan kita, aaaaaa maksudnya kami pengurus inti bersama bendahara. Jadi kita sudah sepakat agar rumusan ini menjadi rumusan final, tugas kita sekarang adalah meyakinkan teman-teman kita yang lain. Aku masih dengan ekspresi bingung. Aaaaaaa maksudnya begini, lanjut pak Felix menjelaskan, saya minta bantuan ma E’en, pokoknya dengan cara mama sampaikan ke kawan-kawan majelis terdekat saja, intinya tidak usah detail membahas tentang rumusan ini, alasan saja bahwa keuangan gereja sudah diatur demikian, jadi bahas saja, bahwa dengan dana yang ada, apa yang bisa kita buat untuk pelayanan satu tahun kedepan. Mama bisa paham maksud saya kan? Tanya pak felix dengan suara yang sedikit tegas.

Minta maaf pak Felix, saya belum mengerti apa yang pak Felix maksudkan, sambungku dengan polos. Tiba-tiba ibu pendeta menghampiri kami, dan tidak lama kemudian pak Felix beranjak dari tempat duduknya, berjalan keluar ruangan sambil mengeluarkan sebungkus kotak rokok dari kantongnya. Ma E’en sudah makan belum? kebetulan saya belum makan, mama temani saya makan ya,. Ajakan ibu pendeta cairkan pikiranku yang masih bingung dengan perkataan pak Felix tadi. Kamipun berjalan keluar menuju kendaraan dan mencari tempat makan yang cukup jauh dari gereja.

Suasana di tempat makan begitu hangat, sambil makan kami bercerita tentang keluarga, tentang usaha, pelayanan di wilayah, dan ibu pendeta memberi masukan-masukan dan nasihat yang baik bagaimana cara menghidupkan pelayanan di wilayah. Setelah kami selesai makan, dalam perjalanan balik kebetulan ibu pendeta menawarkan untuk langsung mengantarku pulang. Tiba-tiba ibu pendeta bertanya, mama; yang tadi pak Felix jelaskan itu mama paham ya? Sejenak aku terdiam sambil mengingat kembali perkataan pak Felix. Ma.. ma E’en, sapa ibu pendeta mengagetkanku. Ohhh iya ibu, minta maaf saya tidak mengerti apa yang pak Felix maksudkan. Seketika, ibu pendeta menepikan kendaraan dan mulai menjelaskan. Begini mama, kami ini senang sekali, mama punya semangat pelayanan, tentunya dalam pelayanan kita butuh dana, sebentar lagi akan ada rapat untuk membahas program pelayanan dan anggaran. Nah kami para pengurus di gereja sudah merumuskan anggaran untuk mendukung pelayanan-pelayanan tersebut di berbagai bidang. Jadi tugas kita sekarang menjelaskan ke semua teman-teman. Jadi mama juga harus bisa meyakinkan teman-teman sepelayanan, bahwa dana tersebut cukup untuk pelayanan ke depan, jadi kalau bisa tidak usah bahas anggaran yang lain, fokus saja pada anggaran masing-masing wilayah dan masing-masing bidang. Ibu pendeta menghidupkan mesin kendaraan dan melanjutkan perjalanan mengantarku pulang. Dengan masih sedikit binggung aku menjawab, baik ibu, saya akan coba jelaskan nanti ke teman-teman, baik di wilayah maupun dengan bidang pelayanan yang lain. Sesampai di rumah ketika aku turun dari kendaraan, ibu pendeta kembali mengingatkanku tentang apa yang sudah dia jelaskan, dan langsung jalan.

Aku langsung masuk dalam rumah, membersihkan diri dan kemudian ingin beristirahat. Perkataan pak felix dan penjelasan ibu pendeta masih terus terbayang dalam pikiranku sampai aku susah untuk tidur. Ada apa? Kok begitu penting sampai harus memintaku menjelaskan ke teman-teman?. Tiba-tiba Hand Phone berbunyi tanda ada pesan masuk. Aku kaget ada pesan WhatsApp dari ibu pendeta dan isi pesan tersebut berkata “ semangat yaa. Ingat yang tadi yaa, dalam diskusi di wilayah atau dengan bidang pelayanan yang lain tidak usah bersoal jawab tentang dana anggaran program dan belanja” pasan chat Whatsapp tersebut membuatku bangun dari tempat tidur dan mengambil kembali kertas berisikan angka-angka rupiah tadi dari dalam tas, dan kembali membaca. Akhirnya aku paham, Rupanya ada anggaran lain yang lebih besar jumlahnya dibanding anggaran untuk pelayanan dan lebih aneh lagi peruntukannya bersifat konsumtif, dan terjadi doble anggaran di beberapa item belanja rutin, dan sungguh angka yang fantastis. Hmmm saya baru paham, sehingga mereka memintaku untuk menjelaskan seperti tadi dan tidak usah membahas anggaran lain selain anggaran untuk pelayanan? Aduuuhhh..apa ini wajar? Atau jangan-jangaaaan?? Tuhan tolong aku, agar aku tidak berpikiran yang negatif terhadap orang-orang baik itu, sejenak aku berdoa. Tuhan kalaupun benar ada sesuatu yang direncanakan seperti yang aku pikirkan sekarang, kalau bisa lalu dari padaku, jangan,… jangan aku yang berbicara meminta penjelasan tentang anggaran yang besar itu, atau jangan aku yang harus menentang ketidakadilan dan kepentingan tidak baik berkedok pelayanan ini. Berikan hikmat juga bagi teman-temanku yang lain, agar merekapun memahami akan hal ini dan biar mereka yang bersuara, jangan aku Tuhan, aku tidak berani Tuhan. (GM)

Selesai…

Cerita ini diangkat dari kisah nyata. Namun nama dan peran disamarkan.

Kisah seorang janda yang dengan syukur menerima panggilan tugas pelayanan, menjalani pelayanan dari ketulusan, bermodalkan kepolosan, yang kemudian merasa ketakutan melihat praktek perhambaan pada uang di dalam gereja. Dasar Cerita ibrani 13 : 5, 1 Timotius 6 : 10.

Komentar Anda?

Related posts