Kupang, seputar-ntt.com – Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya sebagai sarana administrasi saja, dan akan dikenakan pajak jika yang bersangkutan memenuhi unsur subjektif dan objektif serta memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“Tidak benar kalau NIK di KTP akan dikenakan pajak orang pribadi, tapi bisa kena pajak jika pemilik KTP tersebut memenuhi unsur subjektif, objektif dan memiliki NPWP Orang Pribadi,” tegas Kepala Seksi Pemeriksaan, Penagihan dan Penilaian di KPP Pratama Kupang, I Wayan Agus Eka saat menjadi nara sumber kegiatan Sosialisasi UU HPP dan Media Gathering di Resto Suba Suka, Kamis (25/11/2021).
Menurut Wayan Eka bahwa NIK dimiliki sejak lahir, dan ketika sudah memiliki KTP tapi tidak memiliki penghasilan atau pekerjaan, berarti tidak memenuhi ketiga unsur tersebut, sehingga tidak diwajibkan membayar pajak Orang Pribadi.
“Kalau basis datanya sudah kuat, maka pajak akan kuat. Dan kalau Pajak Kuat maka Indonesia maju. Sesimple itu tentang NIK, sehingga tidak dikasih nomor baru,” tandas Wayan Eka yang juga Plt. Kepala Seksi Pelayanan KPP Pratama Kupang.
Diakui Wayan Eka, pemerintah menambah satu fungsi NIK pada KTP untuk keperluan perpajakan, menyusul disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) oleh DPR RI. Sehingga NIK pada KTP bisa digunakan sebagai NPWP bagi wajib pajak Orang Pribadi.
“Penambahan fungsi NIK menjadi NPWP, tidak otomatis anak usia di atas 17 tahun wajib membayar pajak,” ujar Wayan Eka.
Wayan Eka menegaskan, pekerja ataupun Wajib Pajak (WP) yang memiliki penghasilan Rp 4,5 juta/bulan atau Rp 54 juta/tahun tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sama sekali. “Golongan ini, masuk dalam golongan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP),” kata Wayan Eka.
Adapun penghasilan yang kena pajak dalam UU HPP, tandasnya lagi, minimal Rp 60 juta/ tahun kena PPh 5 persen. Untuk WP penghasilannya Rp 60 juta – Rp 250 juta akan dikenakan tarif pajak 15 persen dari penghasilan tersebut. (joey)