Kupang, seputar-ntt.com – Melihat sosok Kartini dalam diri Julie Soetrisno Laiskodat memang tidak benar-benar sama. Yang membuat mereka mirip adalah rasa cinta yang lahir dari relung hati untuk melakukan sesuatu yang memberi manfaat besar dalam kehidupan orang lain. Jika Raden Ajeng Kartini harus memperjuangkan kaumnya supaya bisa setara dengan laki-laki maka salah satu perjuangan Julie Laiskodat yang tidak bisa disepelekan adalah mengangkat tenun ikat NTT untuk bisa dilihat oleh nusantara dan dunia serta memberi harapan bagi mama-mama penenun di negeri bernama Flobamora. Jika saat ini kain tenun NTT berseliweran di ruang-ruang megah hingga acara-acara besar dan mewah, maka salah satu sosok yang ikut berjuang adalah Julie Laiskodat.
Tenun ikat dari NTT yang begitu beragam motifnya hanya menjadi pakaian saat upacara adat, atau selimut penghangat saat tidur. Julie Laiskodat tidak hanya jatuh cinta pada seorang pria dari Pulau Semau Bernama Viktor Bungtilu Laiskodat, tapi dia jatuh cinta pada NTT. Pada budayanya, pada alamnya dan juga orang-orang yang mendiami NTT. Ini bukan cinta biasa, kata Julie Laiskodat dalam sebuah kesempatan. Jauh sebelum dirinya menjadi istri gubernur dan Anggota DPR RI, Julie Laiskodat sudah berjibaku dengan mama-mama penenun di setiap pelosok di NTT. Dia tak hanya memberi modal untuk mereka menenun, tapi juga memberi mereka motivasi dan harapan baru serta membelai mereka dengan cinta seorang ibu.
Saat suaminya Viktor Bungtilu Laiskodat menjadi Gubernur NTT, Julie Laiskodat meminta supaya semua ASN menggunakan atribut pakaian adat di NTT. Jika sebelumnya hanya sehari ASN menggunakan baju bermotif adat, saat ini mereka wajib tiga kali dalam seminggu menggunakan pakaian adat. Selasa dan Jumat menggunakan sarung adat dan hari Kamis menggunakan baju tenun adat. Ini cara Julie Laiskodat menghargai tenun ikat NTT. Baginya, itu adalah karya intelektual nenek moyang yang tidak saja harus dijaga dan dilestarikan namun juga harus mendapatkan tempat yang layak dan berharga di mata orang lain. Julie tak hanya memaksa orang lain untuk mengenakan motif adat NTT, tapi dirinya saban hari dibaluti tenun ikat NTT. Julie tak hanya memberi modal untuk menenun, tapi dia membeli semua hasil tenun ikat mama-mama yang dia bina di kelompok tenun. Julie bersama suaminya tak jarang memborong tenun ikat dari masyarakat jika turun kunjungan ke daerah. Dia mengurus dari hulu hingga hilir. Benar-benar cinta yang indah, seindah motif tenun NTT yang kaya dan beragam.
Mencintai dan mengurus tenun ikat NTT tidak bisa setengah hati. Harus memberi dampak positif dalam merubah kehidupan seseorang. Julie Laiskodat sadar benar soal itu. Maka mengurus tenun ikat tidak hanya berhenti ketika sebuah kain selesai ditenun. Julie Laiskodat mengajari anak-anak muda NTT untuk menjadi desainer yang bisa bersaing dikancah nasional dan internasional. Sebagai seorang yang memiliki jiwa entrepreneur, Julie Laiskodat tidak mau mengeluarkan kain tenun ikat NTT dalam bentuk sarung biasa. Dia mau kain tenun ikat NTT harus keluar dalam bentuk yang sudah didesain secara modern sehingga bisa tampil di panggung-panggung mode di Indonesia dan dunia. Itulah kenapa saat ini sudah banyak desainer muda yang lahir dari tangan dingin Julie Laiskodat. Tak tanggung-tanggung, Julie Laiskodat membawa tenun ikat NTT untuk tampil di panggung mode dunia. Sekali lagi, semua itu hanya bisa dilakukan dengan cinta yang tak biasa, tanpa keluh apalagi kesah.
Jika Presiden Joko Widodo tampil mengenakan pakaian adat NTT maka sosok dibalik layar adalah Julie Laiskodat. Semua kita yang berada di negeri yang lekat dengan kemiskinan ini, merasa terharu dan bangga saat Presiden Indonesia, Joko Widodo tampil gagah dalam balutan adat NTT. Bukan hanya sekali Joko Widodo tampil dengan busana adat NTT dalam acara kenegaraan. Sudah beberapa kali. Dan itu memberikan motivasi yang luar biasa untuk orang-orang NTT yang begitu mencintai Joko Widodo. Semua orang menjadi bangga dengan tenun NTT. Mereka yang gemar fashion mulai berburu kain tenun lalu mereka yang dulu risih dan tidak percaya diri menggunakan kain tenun, kini tampil dengan bangga penuh senyum di media sosial, baik itu Facebook, Instagram, Youtube hingga Tik-Tok.
Saya membatasi tulisan ini hanya khusus tentang bagaimana seorang Julie Laiskodat berjuang jika tidak mau disebut sebagai pahlawan tenun ikat NTT. Sebab, tenun ikat hanya salah satu yang diperjuangkan oleh Julie Laiskodat diantara begitu banyak yang telah dia kerjakan dan perjuangkan di NTT. Membahas tentang sosok Julie Laiskodat memang seperti tak cukup hanya dalam satu catatan. Butuh halaman yang panjang untuk menulis dan butuh hati yang lapang untuk merenung. Membandingkan Kartini dan Julie memang tidak aple to aple. Tapi semangat dan cinta mereka sama yakni harus memberi semangat dan motivasi untuk orang lain. Bahwa sejatinya manusia harus tetap bermanfaat bagi orang lain, sebab hidup bukanlah tempat tujuan, hidup hanyalah sebuah perjalanan.
Julie Laiskodat memang bukan Kartini, tapi dia adalah perempuan pejuang yang telah menempatkan tenun ikat NTT pada tempat yang semestinya. Dia adalah malaikat tak bersayap bagi mama-mama pennenun yang hanya bekerja untuk meneruskan warisan orang tua serta mempertahankan budaya. Mereka tidak pernah bermimpi jika nanti ada Julie laiskodat seorang perempuan yang lahir bukan dari rahim Flobamora tapi memiliki cinta yang luar biasa dalam mengubah hidup mereka. Bagi orang lain mungkin dia hanya Julie Laiskodat, istri dari seorang suami bernama Viktor laiskodat yang dikenal sebagai Preman, tapi bagi mama-mama penenun dia adalah Kartini dalam rupa lain yang telah berjuang mengangkat harga diri Tenun Ikat NTT. Selamat Hari Kartini. (joey rihi ga)