Kasus Ijazah Bupati Lembata Tidak Boleh Dijadikan ATM

Lewoleba, seputar-ntt.com  – Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP, nomor: B/146/VI/2016/Direkrimum, tanggal 27 Juni 2016 yang dikirim kepada saudara Alex Murin selaku Ketua FP2L  (Forum Peduli Lewotanah Lembata) menyimpulkan, kasus Ijazah Eliaser Yentji Sunur tidak memenuhi unsur. SP2HP itu dinilai tidak masuk akal oleh pemerhati keadilan di Lembata, bahkan setelah diteliti format SP2HP sendiri dinyatakan tidak sesuai dengan Format yang lazim digunakan kepolisian.

“Tidak masuk akal kalau penyidik beralasan tidak memenuhi unsur. Ingat, unsur pidana sebagaimana yang di sangkakan kepada seseorang di bentuk oleh alat bukti. Jika alat bukti cukup maka dengan sendirinya unsur terpenuhi. Dalam kasus Ijazah Bupati Lembata, alat bukti sudah lebih dari 2 diantaranya keterangan saksi lebih dari 1, alat bukti surat, juga petunjuk”, ujar Emanuael Belida Wahon, Koordinator Hukum ALDIRAS di Lewoleba, Minggu (03/07/16).

Menurut Belida, SP2HP ke-IV yang dikeluarkan penyidik Polda itu sejatinya sedang membuktikan bahwa profesionalisme penegak hukum sedang diragukan. Pengacara muda itu mengatakan, kasus ini di dukung oleh alat bukti yang kuat tetapi menjadi aneh kalau penyidik mengatakan tidak memenuhi unsur. Lagi pula, setelah meneliti format SP2HP yang dikantongi Alex Murin, dia menemukan banyak kejanggalan. Format SP2HP tidak sesuai dengan format SP2HP yang lazim digunakan di lingkup Polri karena tidak terdapat kop Polri dan  kode surat.

Belida juga menjelaskan, SP2HP tidak sama dengan SP3. Menurutnya, SP3 sesuai keputusan Jaksa Agung disampaikan ke Penuntut Umum dan Keluarga yang di sangkakan. Sebuah kasus dinyatakan SP3 menurut pasal 109 ayat 2 kata Belida, apabila perbuatan yang disangkakan bukan merupakan perbuatan pidana, tidak cukup alat bukti dan SP3 demi hukum karena kasusnya kedaluarsa atau yang di sangkakan meninggal dunia.

Sehingga ruang pembuktian menurut Belida, masih ada dan tergantung profesionalisme dan independensi penegak hukum dalam hal ini Polisi. Dirinya juga meminta Polda untuk menjelaskan secara transparan kepada publik sekaligus menjelaskan kapan Eliaser Yentji Sunur diperiksa.

Sementara Ketua Harian FP2L, Bernardus Sesa Manuk ketika ditemui dikediamannya di Rayuan Kelapa, Lewoleba, Senin (04/07/16) menjelaskan, dengan munculnya data atas nama Eliaser Yentji Sunur di Pangkatan Data Dikti pada akhir Mei 2016, tugas polisi menurut Dia, menelusuri mengapa nama itu baru terdaftar.

Yang janggal menurut mantan Danramil Lembata itu, sudah hampir 11 tahun sejak dinyatakan lulus dari Universitas Krisnadwipayana, nama Eliaser Yentji Sunur tidak terdata. Data Bupati Sunur baru ditemukan akhir Mei 2016, setelah diributkan sejak November 2015 lalu. Sebab menurut Manuk, berdasarkan UU nomor 12 tahun 2012, wajib hukumnya mahasiswa tersebut harus sudah terdaftar di pangkalan Data. Sementara data basenya wajib masuk di Kopertis, untuk  perguruan tinggi swasta.

Manuk juga menilai, isi SP2HP Polda yang menyatakan kasus Ijazah Bupati tidak memenuhi unsur, menunjukan Polda NTT tidak profesional. Sebab menurut Dia,  yang memiliki wewenang untuk menyatakan diakui atau tidak dan didapatkan sesuai prosedur atau tidak adalah DIKTI. Dan pihaknya mengantongi surat dari Kopertis yang menerangkan nama Eliaser Yentji Sunur tidak ditemukan dalam data base Kopertis Wilayah III Jakarta, juga surat dari DIKTI yang menerangkan nama Eliaser Yentji Sunur tidak ditemukan di pangkatan data DIKTI. Artinya menurut Dia, sudah belasan tahun nama itu tidak masuk data base Kopertis dan tidak ditemukan di pangkalan data Dikti.

“Jadi kalau SP2HP Direskrimum Polda NTT menyatakan tidak memenuhi unsur maka saya patut menduga, kalau Polisi sedang menjadikan Bupati Lembata sebagai “ATM BESAR”. Saya minta Polda jangan kencingi Kopertis dan DIKTI dan DIKTI sendiri jangan mengencingi diri kalau sebelumnya resmi menyatakan tidak ditemukan, lalu sekarang baru muncul”, ujar Sesa Manuk.

Untuk itu, pihak FP2L kata Manuk tidak akan pernah menyerah dan dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi langsung ke Kopertis Wilayah III Jakarta dan DIKTI, sekaligus mempertanyakan masalah SP2HP tersebut kepada Polda NTT guna mendapat kejelasan lanjut dari masalah ini.  Broin Tolok.

Komentar Anda?

Related posts