Seba, seputar-ntt.com – Kenoto adalah sebuah tempat yang terbuat dari anyaman daun lontar yang berbentuk segi empat. Ukuran dan manfaatnya juga berbeda-beda. Ada yang berfungsi sebagai tempat sirih pinang dan selalu dibawa kemana-mana. Ada juga yang digunakan untuk menyimpan benih guna ditanam ketika musim hujan tiba. Namun yang paling terkenal dari Kenoto adalah sebagai sebuah simbol perkawinan adat bagi orang Sabu Raijua ketika seorang laki-laki hendak meminang seorang wanita. Seorang lelaki tidak akan bisa meminang seorang gadis jika tanpa membawa kenoto.
“Kenoto adalah sebuah tempat dimana orang selalu menyimpan sirih pinang dan selalu dibawa kemana-mana. Orang sabu Raijua mempunyai budaya mengkomsumsi sirih pinang. Kenoto Juga adalah sebuah tempat untuk menyimpan benih atau berang-barang tertentu yang dianggap sakral. Kenoto juga adalah sebutan untuk peminangan atau perkawinan adat orang Sabu Raijua,” kata Raja Robo salah satu pemangku adat dari Desa Deme, Kecamatan Liae.
Dalam konteks perkawinan orang Sabu peran kenoto sangat penting mulai dari sejak peminangan “pejadi konoto” hingga pada acara perkawinan adat atau “peabba kenoto”. Seorang laki-laki yang ingin mengawini seorang gadis harus terlebih dahulu melakukan peminangan atau dalam bahasa Sabu nya “pejadd’i kenoto. Dalam acara peminangan itu pihak laki-laki bersama keluarga akan membawa Kenoto yang sudah diisi dengan sirih, pinang, kapur, dan juga tembakau.
Ketika pihak laki-laki akan masuk kedalam rumah si gadis, terlebih dulu dilakukan dialog secara adat antara kedua keluarga. Keluarga wanita akan menanyakan apakah benar sang gadis yang akan dilamar memiliki hubungan dengan si pria yang datang meminang atau tidak. Jika jawabannya ya, maka keluarga dari pihak perempuan akan membuka kenoto yang dibawa keluarga laki-laki. Dengan dibukanya kenoto yang berisi sirih pinang tersebut maka acara peminangan baru dikatakan resmi.
Dalam tradisi orang Sabu Raijua terutama yang masih memegang aliran kepercayaan Jingitiu, proses perkawinan orang Sabu terbagi dalam dua tahap yakni peminangan (pejadd’i Kenoto) dan perkawinan adat (Pe abba Kenoto). Namun saat ini ada pergeseran dalam budaya tersebut dimana saat ini orang tidak lagi melewati acara peminangan tapi langsung dengan perkawinan adat.
“Jadi dalam proses perkawinan orang Sabu, tidak serta merta si pria langsung membawa si gadis ketika dia datang meminang. Tapi dia harus datang lagi untuk kedua kalinya dengan membawa kenoto yang isinya sudah berbeda. Tidak hanya sirih pinang saja tapi ada belis didalamnya,”jelas Raja.
Pada saat acara peminangan, kedua keluarga akan berembuk mengenai waktu serta beban belis yang harus dibawa oleh pihak laki-laki pada saat perkawinan adat. Ada jeda waktu antara peminangan dengan perkawinan adat, tergantung kesepakatan keluarga berapa lama waktunya untuk dilanjutkan ke jenjang pernikahan adat. Jeda waktu ini dilakukan untuk melakukan berbagai persiapan oleh keluarga pria terkait dengan permintaan pihak keluarga wanita tentang berapa jumlah belis yang harus disiapkan oleh pihak laki-laki.
Selain mempersiapkan belis, pihak laki-laki juga akan menghitung berapa jumlah keluarga yang nanti akan diundang untuk melakukan Pulu Kenoto (Kumpul keluarga). Pulu kenoto ini akan dilakukan pada malam hari sebelum dilakukan perkawinan adat pada keesokan harinya. Dulu Acara Pulu Kenoto atau kumpul keluarga ini, masih terbatas pada sirih pinang dan jumlah belis yang akan di bawa. Namun saat ini tradisi tersebut sudah berubah hanya mengumpulkan uang.
Belis orang sabu pada umumnya adalah binatang baik itu kerbau atau kuda. Ada juga suku atau klan tertentu yang belisnya harus ada Mas atau perak. Harga belis seorang anak tidak boleh lebih dari ibunya. “Kalau Ibunya punya belis tiga ekor kerbau maka anak dan keturunannya juga demikian. Tidak boleh dirubah. itu sudah ditetapkan menjadi hukum adat dalam perkawinan di Sabu Raijua,”kata Raja.
Pada saat yang telah ditentukan untuk dilangsungkan acara perkawinan, maka pihak laki-laki bersama keluarganya akan menuju rumah si perempuan dengan membawa Kenoto. Kenoto ini akan digendong oleh seorang wanita dari keluarga pria dengan diringi oleh keluarga lainnya. Didalam kenoto tersebut semua perjanjian tentang belis sudah disiapkan. Kalau dulu belisnya berupa ternak maka ternak yang akan dibawa dan dalam kenoto hanya berisi sirih pinang.
Sekarang belis berupa ternak ini sudah diganti dengan uang, tergantung kesepakatan keluarga mengenai harga pengganti ternak sebagai belis. Didalam kenoto yang dibawa juga sudah ada bagian Pili Dida atau bagian dari sudara laki-laki dari ibu gadis yang akan dipinang.
Setelah tiba di rumah perempuan maka kepada pihak laki-laki akan ditanyakan apakah semua perjanjian tentang belis sudah dibawa dan dipenuhi atau belum. Jika dijawab ya, maka pihak perempuan akan memeriksa apakah benar sesuai perjanjian atau tidak. Jika sudah sesuai maka konoto yang dibawa akan dibuka dan sudara laki-laki dari ibu wanita yang dipinang akan lebih dahulu mengambil bagiannya yang disebut Pili Dida. Dengan demikian maka perkawinan adat dinyatakan sah dan kaum laki-laki sudah bisa memboyong si gadis menuju rumah mereka.(joey rihi ga)