Maumere,seputar-ntt.com – Sungguh malang nasib yang dialami oleh Agatha Trisnawati, atlet Pencak Silat yang memiliki segudang prestasi level dunia pasalnya Agatha hingga kini belum jelas masa depannya akan diarahkan kemana. Agatha telah berkali-kali mengharumkan nama Kabupaten Sikka bahkan nama Indonesia di kancah dunia.
Tidak seperti kebanyakan atlet berprestasi lainnya yang mendapat dukungan dari pemerintah, Agatha malah ditelantarkan sehingga dia harus berjuang sendiri di tanah rantau.Hal ini diakui Prisila Seli dan Yosep Tarsisius Tulu, orang tua kandung Agatha ketika ditemui belum lama ini di kediamannya jalan Melati 2, Kelurahan Madawat Maumere.
Meme sapaan akrab Agatha adalah Atlet Pencak Silat yang telah menjuarai banyak kejuaraan baik di tingkat daerah maupun di tingkat dunia. Titel juara telah diraihya semenjak ia masih duduk di bangku SMP. Berbagai prestasi terus ditorehkannya hingga ia duduk di bangku kuliah, bahkan ketika sudah bekerja di salah satu perusahaan swasta yang beroperasi di wilayah Maumere ia juga masih mengharumkan nama Kabupaten Sikka. Sampai saat ini ada sekitar 30-an prestasi yang diraih oleh Meme.
Dengan segudang prestasi yang dimilikinya ini, sudah pasti ia mendapat jaminan dari pemerintah. Namun kenyataanya Agatha masih jauh dari perhatian pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Sikka.
Kepada wartawan, Prisila menuturkan, perjuangan anaknya hingga mencapai prestasi tersebut penuh dengan lika-liku. Banyak cobaan yang dihadapi Agatha seperti kecurangan panitia seleksi yang mencoret namanya dari peserta lulus seleksi.
“Pernah ada panitia yang telpon saya jam 3 dini hari dan minta transfer uang 35 juta supaya bisa lolos seleksi Sea Games, tapi saya tolak,” katanya.
Selain itu pada tahun 2010 ketika anaknya mengikutikejuaraan Dunia Pencak Silat, Prisila pernah mengajukan proposal kepada pemerintah untuk mendampingi anaknya di Jakarta namun ia dan suaminya tidak diakomodir oleh pemerintah malah ia harus merogoh koceknya sendiri untuk pergi menyaksikan anaknya bertanding.
“Saya berusaha buat surat mohon bantuan dana ke Pemda Sikka lewat bendahara namun tidak dilayani sekalipun telah ada disposisi dari Bupati Sosimus Mitang waktu itu,” akunya.
Ayah Agatha, Yosep juga mengakui bahwa ketika menjuarai Kejuaraan dunia Pemerintah Propinsi memberi dana pembinaan sebesar 10 juta rupiah. Sedangkan ketika Agatha merebut medali perak di ajang PON Riau, pemerintah Propinsi menghadiakan sebuah rumah tinggal tipe 36 di Perumahan BTN Kolhua Kupang.
Lebih lanjut Prisila menyampaikan bahwa ketika Agatha mengikuti PON tahun 2013 di Riau dan menyabet medali perak ada surat rekomendasi dari Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Malaranggeng agar atlet yang berprestasi diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil namun rekomendasi tersebut tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.
“Saya sudah menanyakan hal ini ke Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Sikka namun jawaban mereka bahwa waktunya sudah terlambat,” sambungnya.
Hal inilah yang disayangkan oleh kedua orang tua Agatha.
“Ia (Agatha-red) wajib untuk menuntut haknya namun kami orang kecil yang tidak bisa buat apa-apa, padahal waktu itu sudah ada disposisi juga dari Bupati Sosimus namun belum ada tindak lanjut hingga pemerintah sekarang,” pungkas Yosep.
Disaksikan wartawan, sederet tropi kejuaran yang disabet Agatha terpampang menghiasi ruang tamu kediaman orang tuanya. Selain itu ada puluhan medali dan piagam penghargaan yang diperlihatkan oleh orang tua Agatha. Sayang semuanya itu hanya hiasan semata. Nasib Agatha belum jelas hingga sekarang.
Untuk diketahui dari puluhan medali yang ada terlihat bahwa Agatha juga pernah mewakili Propinsi lain untuk mengikuti kejuaraan Pencak Silat.
“Agatha putus asa karena pemerintah Kabupaten Sikka menelantarkannya, karena itu ia memilih untuk mewakili propinsi lain (Jawa Timur dan Kepulauan Riau-red). Sekarang ia sudah berhenti jadi atlet dan bekerja untuk salah satu keuskupan di Indonesia” tambah Yosep.
Mereka sangat mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Sikka dapat memperhatikan nasib buah putri tunggal mereka sehingga tidak terkatung-katung sampai saat ini. (chs)