Mantovanny Tapung: Demi DIA, IKM, PKB, Guru Harus Menulis

Ruteng, seputar-ntt.com – Hal itu disampaikan oleh oleh Dr. Mantovanny pada kegiatan Workshop Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dengan Menulis dan Publikasi KTI pada saat jadi narasumber dalam kegiatan bedah buku “Setapak Literasi; Antologi Tulisan Karya Guru SMK Swakarsa Ruteng”, di SMK Swakarsa Ruteng, Jumat, 29 April 2022.

Menurutnya, demi menunjang dan mendukung nilai akreditasi sekolah dalam pada usulan Daftar Isian Akreditasi (DIA) di Sispena (Sistem Penilaian Akreditasi Sekolah/Madrasah) sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1005/P/2020 Kriteria dan Perangkat Akreditasi Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Keputusan Ketua BAN S/M, No:215/BAN-SM/SK/2021 tentang Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah, maka guru wajib membuat karya tulis ilmiah dalam jamak kategori, seperti artikel ilmiah, laporan hasil penelitian, artikel ilmiah populer, buku referensi, buku pelajaran, modul atau diktat ajar yang sesuai dengan bidang keahlian.

” Demi menunjang dan mendukung nilai akreditasi sekolah sesuai keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1005/P/2020 kriteria dan perangkat akreditasi Pendidikan Dasar dan Menengah oleh BAN S/M Nomor 215/BAN-SM/SK/2021, maka guru wajib membuat karya tulis ilmiah dalam jamak kategori seperti artikel ilmiah, laporan hasil penelitian, buku referensi, buku pelajaran, modul atau diktat ajar yang sesuai dengan bidang keahlianya”

Ada sekitar 36 butir penilaian akreditasi sekolah, terdapat beberapa butir yang langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kreativitas, inovasi dan produktivitas guru dalam meningkatkan dan mengembangkan pembelajaran bermutu melalui karya-karya ilmiah. Sebagai KPA (Komisi Pelaksanaan Akreditasi) untuk wilayah Manggarai sekaligus asesor BAN S/M, Mantovanny menegaskan bahwa butir-butir penilaian ini sangat krusial dalam menentukan nilai akreditasi sekolah. Manakala guru tidak bersemangat untuk menulis, kreatif, dan produktif dalam menghasilkan karya ilmiah atau karya inovatif lainnya yang mendukung proses pembelajaran bermutu, maka hal tersebut akan mengurangi atau menurunkan nilai akreditasinya. Di Manggarai masih sekitar 45% SD,SMP, SMA/SMK yang masih berstatus akreditasi C, dan perlu melakukan re-akreditasi pada masa-masa mendatang. Salah satu yang menyebabkan prosentase ini masih tinggi, karena kebiasaan ilmiah dari guru-guru belum cukup signifikan.

“Ada sekitar 36 butir penilaian akreditasi Sekolah, dari 36 butir itu sangat krusial dalam menentukan akreditasi Sekolah. Manakala guru tidak bersemangat untuk menulis dalam menghasilkan karya ilmiah, maka hal tersebut akan mengurangi atau menurunkan nilai akreditasi”

Dosen Ilmu Sosial dan Filsafat Pendidikan Unika St. Paulus itu menambahkan, akreditasi sekolah itu penting, selain sebagai instrumen untuk mengukur kualitas sekolah sesuai 8 Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan tuntutan UU Sisdiknas No. 20/2003 dan UU Guru dan Dosen, No.14/2005, tetapi juga bentuk akuntabilitas publik mengenai peran strategisnya membentuk SDM yang merupakan pilar (milestone) pembangunan peradaban Bangsa dan Negara. Dan, guru adalah profil-profil yang berada di garis depan (front liner) dalam membangun pilar peradaban bangsa tersebut, demi membuat warisan (legacy) yang positif dan konstruktif bagi masa depan bangsa.
Guru menulis juga menjadi tuntutan dari Implementasi Merdeka Belajar (IKM), sebagaimana tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran, yang pendekatannya sudah dengan paradigma baru dan berdiferensiasi. Salah satu kebijakan yang terkait dengan proses pembelajaran dan penilaian, Kurikulum Merdeka menerapkan pola/skema Teaching at the right level (TARL), yakni atau mengajar pada level yang benar/tinggi, adalah pendekatan pembelajaran yang tidak lagi mengacu pada tingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan siswa.

“Akreditasi sekolah itu sangat penting, selai sebagai instrumen untuk mengukur kualitas sekolah sesuai 8 standar Nasional Pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dan UU guru dan dosen Nomor 14/2005, tetapi juga bentuk akuntabilitas publik mengenai peran strategisnya membentuk SDM yang merupakan pilar pembangun peradaban Bangsa dan Negara”

Pelatih Ahli/Fasilitator Sekolah Penggerak itu menambahkan, demi mendukung proses yang bermutu, selain numerasi dan pembelajaran berbasis projek profil Pancasila, literasi juga harus mendukung. Membaca dan menulis merupakan bagian tak terpisahkan dari literasi itu. Untuk memahami secara menyeluruh dan mendalam mengenai Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), dan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP). Selain itu, untuk mengatasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) dan kesenjangan pembelajaran (learning gap), yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pandemi Covid-19, guru perlu menyampaikan pengalaman-pengalaman baik (best praticces) yang ditulis dan dipublikasi sehingga bisa menjadi bacaan dan sumbangan pikiran bagi guru-guru lain. Namun lebih dari itu, menulis menjadi bagian penting dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dan mendukung gagasan pembelajaran abad 21, di mana baik siswa maupun guru mesti miliki keterampilan personal dalam hal berpikir kritis dan berpikir kreatif, dan berketerampilan sosial seperti mampu berkolaborasi dan berkomunikasi.

“Demi mendukung proses yang bermutu selain numerasi pembelajaran berbasis projek Pancasila, literasi juga harus mendukung. selain itu untuk mengatasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) dan kesenjangan pembelajaran (learning gap) yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk Covid-19, guru perlu menyampaikan pengalaman-pengalaman baik (best praticces) yang ditulis dan di publikasi sehingga bisa menjadi bacaan dan sumbangan pikiran bagi guru-guru lain”

Kewajiban seorang guru dalam menulis juga tidak terlepas dari gagasan besar Negara ini tentang pengembangan profesi guru. Gagasan besar ini bertolak dari asumsi, guru profesional membuat proses pembelajaran bermutu dan akhirnya menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Karena itu, sebagai bukti evidensial profesionalitas seorang guru, salah satunya dengan menghasilkan karya ilmiah dengan berbagai model dan variannya.

“Kewajiban seorang guru dalam menulis juga tidak terlepas dari gagasan besar Negara ini tentang pengembangan profesi guru. guru profesional itu tentunya mampu membuat proses pembelajaran yang bermutu dan akhirnya bisa menghasilkan siswa yang berkuwalitas”. (Ibe l)

Komentar Anda?

Related posts