Kupang, seputar-ntt.com – Mantan Kabid Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Pada Dinas PPO Provinsi NTT yang kini menjabat Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome mengatakan, Kejaksaan Tinggi NTT jangan membuat opini seakan-akan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu adalah malaikat maut. Hal ini disampaikan Marthen terkait kasus PLS yang sementara ditangani Kajaksaan Tinggi NTT.
“Saya mau bilang bahwa jangan menciptakan opini bahwa seolah-olah KPK itu adalah maikat maut. Saya mau tegaskan disini bahwa KPK itu adalah lemabaga hukum terpercaya di negeri ini yang mampu menetapkan sesuatu dengan bukti hukum bukan dengan opini. KPK adalah lembaga hukum yang mampu mengatakan ini salah kalau salh dan itu benar kalau benar,” tegas Marthen kepada Seputar NTT, Jumat (4/7/2014).
Marthen mengatakan pihak kejaksaan tinggi harus mampu menemukan bukti hukum pada kasus PLS dan tidak berdasarkan pada opini semata. “Jika jaksa merasa tidak mampu maka harus berani bicara, jangan terus beropini karena banyak orang yang tersandera dengan kasus PLS yang belum jelas ini,” ujarnya.
Marthen menuturkan penyidik KPK dan penyidik Kejari Kupang pada tahun 2009 pernah melakukan penyelidikan terhadap pengelolaan dana PLS TA 2007 sebesar Rp77 miliar dan hasilnya tidak ditemukan penyimpangan, namun sejak tahun 2011, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT kembali ngotot memproses kasus yang meyeret Bupati Kabupaten Sabu Raijua, Marthen Dira Tome itu.
“Saya juga kaget, koq ada Jaksa yang begitu emosi dan sangat berambisi membuat orang jadi tersangka. Ini tidak memberikan pendidikan hukum bagi masyarakat. Mestinya Jaksa beritahu, sudah berapa alat bukti yang dia temukan dalam kasus ini. Apakah telah ditemukan? Sehingga seenaknya akan menetapkan tersangka? Saya minta Jaksa dengan tenang bekerja untuk bisa menemukan fakta-fakta hukum. Saya minta Jaksa jangan buat statemen yang membuat marah semua orang. Saya kaget Jaksa bilang kasus ini sudah di tingkat penyidikan, melampaui tahap penyelidikan. Kapan dia melakukan penyelidikan,” kata Dira Tome
Jika ingin mengetahui kebenaran kasus ini, kata Dira Tome, sebaiknya jaksa turun ke lapangan. Karena hal yang sama pernah dilakukan Jaksa penyidik Kejari Kupang dan penyidik KPK. Hasilnya, tidak ada penyimpangan. Itu sebabnya pada tahun 2009, kasus ini ditutup. Lalu kenapa sekarang kasus ini dibuka kembali? Ada apa?
Jangan menggiring publik agar pada saatnya nanti publik akan mengamini status tersangka yang ditetapkan Jaksa. Padahal kasus ini tidak cukup bukti. Kita ingat betul pernyataan Kajati, bahwa kami telah menerima hasil PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), tapi rasanya belum lengkap. Lah laporan yang bagaimana lagi yang mau dicari? Kalau minta yang lengkap, ya turun ke lapangan. Jangan hanya mengira-ngira saja. Tidak bisa ‘menyanyi’ sendiri. Jangan pakai asumsi. Hukum berdasarkan fakta. Menemukan kebenaran adalah kewajiban Jaksa.
Kemarin mereka (Jaksa) berkutat pada kebijakan, bahwa kebijakan membentuk forum itu salah, tapi ketika saya menunjukan SK Kadis, mereka berhenti disitu. Sekarang mereka masuk lagi ke biaya . ini ada pemaksaan kehendak. Ini pemaksaan kewenangan. Saya harap ini tidak digunakan untuk hal yang salah. Karena kami sedang mengawasi secara seksama kasus ini.
Jujur, sewaktu diperiksa oleh Jaksa Oscar, dua kali BAP saya diganti. Karena apa yang saya tidak omong, dia cantumkan dalam BAP. Penjelasan saya lain, dia tulis lain. Saya minta kewenangan yang mereka miliki tidak disalahgunakan. Kami tidak ingin, karena malasnya Jaksa ke lapangan, lalu kami dipenjarakan!
Teman-teman forum dan penyelenggara PLS sudah diperiksa ulang-ulang, tapi koq belum kelar-kelar juga. Saya serukan kepada semua forum, jangan tertipu dengan pertanyaan jaksa yang menjerumuskan. Karena potensi mengadudomba lewat pertanyaan sangat mungkin terjadi yang pada akhirnya menjerumuskan kita. Bicaralah sesuai fakta, bicaralah sesuai Juklak (Petunjuk Lapangan).
Sekali lagi saya berharap, jika ingin kebenaran, maka Jaksa harus ke lapangan. Agar keadilan ada. Cek ke penerima, uang sudah terima? Baju sudah terima? Buku sudah terima? Jangan berasumsi disini. Semua rincian aliran uang sudah kami serahkan. Tinggal ditelusuri saja. Adakah penyimpangan? Jika tidak ada, katakana tidak ada.
KPK dua kali melakukan pemeriksaan, tapi tidak ada temuan. Bahkan Jaksa pernah periksa sampai ke Bajawa (ibu kota Kabupaten Ngada) sana. Si Jaksa merayu ketua forum agar mengaku pernah memberi saya uang, karena kata Jaksa kepada Ketua forum itu, bukan kamu target kami, tapi Marthen Dira Tome bidikan kami. Ada apa ini?
Saya hanya butuh dua hal, berproseslah yang benar. Katakan benar bila kami benar, katakan salah bila kami salah melalui proses yang benar. Jangan bilang kami salah karena asumsi atau malas turun ke lapangan.
Menurut Dira Tome, indikasi kerugian negara sebesar Rp 59 miliar dalam kasus pengelolaan dana PLS tahun anggaran 2007 adalah pembohongan. “Untuk itu saya meminta tim penyidik jangan membuat kesimpulan sendiri. Seharusnya penyidik ke lapangan dan mencari kebenaran penyaluran dana tersebut. Temui penyelenggara, apakah mereka sudah menerima uang dan buku atau tidak,” tegasnya.(joe)