Meneropong Kaum Disabilitas Dalam Dunia Kerja Di Kota Kasih

Kupang, seputar-ntt.com – Jarum jam baru menunjukkan pukul 9:10, namun di toko bangunan Piala Jaya yang terletak dibilangan Oesapa Kota Kupang sudah mulai ramai. Saat itu para Jurnalis yang tergabung dalam pelatihan tentang isu Disabilitas kerjasama AJI-ILO dan majalah Diffa ini hendak melakukan penelusuran mengenai kaum disabilitas dalam dunia kerja di Kota Kupang, kota yang berjulukan kota kasih.

Diantara tumpukan semen dan bahan bangunan lain, ada seorang wanita yang terlihat seperti mandor. Dia terlihat sangat sibuk ketika ada barang yang hendak keluar dari dalam Toko. Rupanya wanita berambut keriting dengan tinggi badan sekira 150 centimeter ini dipercaya sebagai kepala gudang. Setiap barang dari dalam gudang tidak boleh keluar tanpa sepengetahuannya.

Wanita itu adalah Agnes Manekat, satu dari sekian banyak penyandang Disabilitas yang ada di Kota Kupang dan NTT pada umumnya. Wanita kelahiran Desa Manumui, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara itu telah mengabdi selama tujuh tahun sebagai karyawan di toko milik pengusaha Yosep Sulaiman.

“Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, karena rang seperti saya yang memiliki kekurangan seperti ini bisa diterima untuk bekerja. Bos disini sangat baik dengan saya,” kata Agnes sambil menahan tangis.

Dari hasil wawancara yang diperoleh, ternyata Agnes terlahir normal. Namun pada usia tiga tahun menurut cerita orang tua, dia diserang demam tinggi. “Katanya waktu saya demam mereka suntik dan katanya ada urat yang putus sehingga kaki saya lumpuh sebelah kiri,”ungkap Agnes.

Alumni SMEA Khatolik Kefa, jurusan perkantoran ini memilih keluar dari kampungnya menuju Kota Kupang yang menjadi pusaran ekonomi NTT. Walau memiliki kaki kiri yang cacat, tapi Agnes tidak mendapatkan perlakuan khusus di tempat kerja. Hanya saja dia tidak bisa bekerja yang berat karena kemampuan kakinya tidak bisa melakukan pekerjaan berat.

Ditanya soal pengahasilan, Agnes enggan untuk menjawab, namun dia mengaku gaji yang diterima sangat cukup untuk biaya hidupnya. “Gajinya cukup untuk saya hidup, bahkan bisa bantu orang tua,” kata Agnes yang memilih tidak punya pasangan hidup.

Menurut Agnes, orangtuanya tidak memberi restu ketika dia mengutarakan niatnya untuk mencari kerja. “Orangtua bilang buat apa cari kerja, siapa yang mau terima orang cacat seperti kamu. Saya sudah bertekad tidak mau jadi beban orang lain sehingga saya lari ke Kupang dan bekerja disini,”ujarnya.

Baginya kaum disabilitas, bukan kaum yang harus dikasihani tapi harus diberi inspirasi dan ketrampilan sehingga bisa mandiri. “Saya kasihan dengan teman-teman yang memanfaatkan kekurangan untuk meminta-minta pengasihan orang lain. Saya tidak setuju kalau kita Buta atau Pincang lalu duduk dijalan untuk meminta-minta,”pungkasnya.

Lain Agnes, lain pula kisah Vincent Nalli. Pemuda tanggung asal desa Naepasu, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten TTU ini mengalami rabun berat dan kaki kanan yang pincang akibat kecelakaan. “Saya konjak oto bangunan yang ada disini. Walaupun kaki saya pincang tapi saya kuat mengangkat barang,” kisahnya.

Vincent memilih lari dari kampungnya lantaran orangtua tidak mengijinkan dia kerja. Namun karena niatnya kuat untuk bisa menghasilkan rupiah dari tetasan keringanya sendiri, Vincent harus kabur dari kampungnya. “Saya lama cari kerja dan sampai disini baru diterima untuk bekerja,” jelas Vincent.

Selama lima tahun hidup di Kupang, Vincent sudah bisa membiayai dirinya sendiri tanpa harus membebani orang lain. “Lumayan, dari gaji yang saya terima, saya bisa bayar kost, makan dan sisanya saya simpan. Kadang-kadang saya kirim juga buat orangtua di Kampung,”kisahnya. (joey)

Komentar Anda?

Related posts