Kupang, seputar-ntt.com – Dalam rangka memitigasi perubahan iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memimpin serangkaian acara penanaman mangrove di seluruh Indonesia. Kegiatan ini juga sebagai bagian dari perayaan HUT Harian Rakyat Merdeka ke-25 yang dilaksanakan di 23 provinsi di Indonesia. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), kegiatan ini diwakili oleh Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Pengembangan Persemaian Modern, Ir. Hudoyo, M.M.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Benain Noelmina, Dolfus Tuames menjelaskan kegiatan ini merupakan bulan kelima bersama dilakukannya Penanaman serentak Se-Indonesia, dalam keseluruhan rangkaian penanaman serentak selama musim penghujan yang telah dilaksanakan sebelumnya yakni pada tanggal 30 Desember 2023 di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Oelsonbai dengan jumlah bibit sebanyak 1.000 batang.
“14 Januari 2024 di Areal 48 Lanud El Tari sebanyak 750 batang, 7 Februari 2024 dan 7 Maret 2024 yang masing-masing berjumlah 1.000 batang di lokasi yang sama dengan pelaksanaan kegiatan hari ini yakni di Kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Kupang yang secara administrasi ini berada di Desa Tanah Merah, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Oebelo,” jelas Dolfus Tuames.
Dolfus Tuames mengatakan, penanaman mangrove ini sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim, pemulihan kualitas lingkungan hidup, dan percepatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, serta upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan dengan memperbanyak tegakan pohon/tanaman juga meningkatkan wawasan dan pemahaman masyarakat atas pelaksanaan program pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan khususnya kegiatan penanaman pohon, sekaligus merupakan wujud dari komitmen yang selalu disampaikan pada berbagai forum global Indonesia yakni untuk menurunkan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“Perlu dipahami bahwa keberadaan pohon dan tutupan lahan yang baik akan meningkatkan daya dukung alam dalam mitigasi perubahan iklim. Selain itu juga sebagai langkah positif restorasi dan melindungi lingkungan. Hal ini tidak hanya memberikan manfaat bagi bumi, tetapi juga menciptakan warisan untuk generasi mendatang. Dan pada banyak hal juga dapat men generate income Masyarakat. Atasi iklim dengan tanam pohon dan upaya pelestarian harus juga sejalan dengan upaya membangun kesejahteraan masyarakat. Indonesia dengan areal hutan tropis terbesar ke-3 di dunia, mempunyai arti sangat penting dalam upaya pengendalian iklim global. Khusus untuk ekosistem mangrove, Indonesia memiliki 23% mangrove dunia, seluas 3,36 juta hektar,” ujarnya.
Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G.L Kalake dalam sambutannya yang disampaikan Kepala Dinas LHK Provinsi NTT, Ondy Siagian mengatakan menghangatnya suhu udara bumi akibat pemanasan global sehingga dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit melalui vektor (nyamuk, kutu), jamur, dan air. Berikut sejumlah penyakit yang dapat semakin menyebar luas akibat perubahan iklim: Malaria dengan wilayah penyebaran daerah tropis dan sub tropis (Nusa Tenggara, Papua dan sekitarnya), DBD dengan wilayah penyebaran daerah tropis hampir di seluruh wilayah Indonesia, TBC dengan wilayah penyebaran seluruh dunia, Pneumonia dengan wilayah penyebaran hampir seluruh wilayah Indonesia, dan Diare dengan wilayah penyebaran di seluruh wilayah Indonesia.
“Indonesia telah membuat komitmen penting dan disambut baik untuk adaptasi dan mitigasi iklim. Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah menjaga keseimbangan antara pengurangan emisi gas rumah kaca dan memastikan arah pertumbuhan ekonomi untuk mencapai tujuannya menjadi negara dengan pendapatan tinggi,” kata Siagian.
Dikatakan, dengan memperhatikan betapa besarnya fungsi dan peran mangrove terhadap kehidupan di daratan maupun diperairan laut, serta kebutuhan untuk mendorong pembangunan dan juga melestarikan keberadaan sosial ekonomi budaya masyarakat setempat, maka pengelolaan mangrove perlu diformulasikan dalam skema Integrated Area Development (Pembangunan Wilayah Terpadu), baik mangrove berupa kawasan hutan maupun mangrove pada areal penggunaan lainnya.
Oleh karenanya, keberadaan ekosistem mangrove tertap terjaga dan lestari untuk menyokong kehidupan di daratan maupun kehidupan di perairan laut. Sehubungan dengan hal tersebut, kami berharap adanya program kegiatan dan kerja-kerja nyata Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mampu mewujudkan pengelolaan hutan mangrove yang lestari. Ada beberapa pesan utama yang harus kita sikapi bersama sesuai kewenangan masing-masing dengan cara sinergi dan kolaborasi,” pungkas Siagian. (joey)