Seba, seputar-ntt.com – Susana petang di tepi pantai Pururede, Desa Ledeana pada Senin 22 Juli 2024 dipenuhi dengan canda tawa para pekerja tambak garam. Di setiap wajah para pekerja, merekah harapan baru yang sempat hilang dan terkoyak. Mereka sedang memanen garam di tambak seluas tiga hektar yang dikelola oleh PT. Nataga Raihawu Industri (NRI). Sukacita nampak jelas di wajah mereka, menggunakan seragam yang dibagi perusahan, para pekerja baik yang muda hingga tua, tersenyum sambil mendorong butiran garam yang menyerupai kristal ke tepi tambak. Diantara pekerja, ada bupati pertama Sabu Raijua, Marthen Dira Tome atau yang akrab dsebut MDT. Bupati pertama di Sabu Raijua itu menjadi pengarah dan penasehat di PT. Nataga Raihawu Industri yang saat ini sedang mengembangkan industri garam di Sabu Raijua. Ada pula Robert Marciano Mita atau yang akrab disampa Robby De Mita yang menjadi direksi di PT. Nataga Raihawu Industri. Bersama sang kakak, Denny De Mita, mereka merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu bagi negeri tempat leluhur mereka berasal. Mereka adalah anak Sabu yang sukses di negeri orang lalu bertemu Marthen Dira Tome. Rupanya mereka memiliki mimpi dan suara hati yang sama untuk membangun Sabu Raijua.
Suasana di tambak garam Pururede hanyalah gambaran bagimana masyarakat Sabu Raijua, khususnya pekerja tambak garam, menjahit kembali mimpi dan harapan mereka yang sempat hilang. Tambak garam di Sabu Raijua bukan hal baru, sebab Marthen Dira Tome telah membangun tambak garam menggunakan teknologi geomembran pada tahun 2014 di Desa Ledeana, Kecamatan Sabu Barat. Tambak garam di Ledeana adalah yang pertama dan hanya seluas dua hektar. Namun produksinya bisa mencapai 45 ton per hekar setiap bulannya. Pada tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua dibawah kendali Marthen Dira Tome sebagai Bupati, menggelontorkan anggaran untuk pengembangan tambak garam.
Ada 121 hektar lahan yang sudah berproduksi waktu lalu. Ada 1.210 orang pekerja yang menggantungkan hidupnya sebagai pekerja tambak garam. Keuntungan bagi daerah juga luar biasa dan mampu meningkatkan PAD Sabu Raijua hingga puluhan miliar. Puncak produksi garam di Sabu Raijua terjadi pada tahun 2016 dan 2017. Sayangnya pada november 2016, Marthen Dira Tome yang baru delapan bulan menjadi bupati di periode kedua ditahan oleh KPK. Itulah awal petaka dan mimpi buruk bagi pekerja tambak garam, sebab setelah itu, tambak garam tidak lagi dikelola secara serius oleh pemerintah. Tambak menjadi terbengkalai hingga akhirnya angin seroja datang meluluhlantahkan tambak garam yang memang sudah tak lagi berproduksi.
Rupanya penjara tidak mampu memadamkan mimpi Marthen Dira Tome untuk membangun Sabu Raijua. Dia tetap menyiram harapannya dalam doa di balik jeruji besi untuk suatu saat kembali mengembangkan garam di pulau sabu yang sangat dia cintai. Tak sampai setahun, setelah dia bebas dari penjara, Marthen kembali membangun tambak garam di Sabu Raijua bersama PT. Nataga Raihawu Industri. Dia tidak berubah, tetap menjadi sosok yang selalu semangat dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dia tidak dibatasi oleh kuasa dan jabatan. Dia adalah pemimpin tanpa lambang garuda di dada tapi dicintai oleh masyarakat yang mendambakan hidup yang lebih layak. Mereka yang bekerja di tambak garam, tidak dibatasi oleh pendidikan dan usia. Mereka digaji secara layak dan dijamin kesehatan hingga hari tua lewat BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Itu adalah harapan Marthen Dira Tome bagi rakyat yang dia cintai.
“PT. Nataga Raihawu Industri memiliki impian agar kedepan, tidak ada yang menganggur di Sabu Raijua. Untuk itu, pengembangan lahan tambak garam terus kami lakukan. Kehadiran tambak garam itu akan menciptakan efek domino. Tidak hanya berkaitan dengan lapangan kerja saja, tapi juga dengan pertumbahan ekonomi yang tinggi di daerah ini. Kita mau, ekonomi Sabu Raijua tidak bertumbuh dengan cara berjalan tapi harus bertumbuh dengan berlari sehingga terjadi percepatan pembangunan akibat adanya pergerakan ekonomi lewat tambak garam yang ada. Ini bukan hal yang sulit, ini hal yang biasa saja jika pemerintahnya konsen pada sesuatu apalagi yang berkaitan dengan lapangan kerja,” ujar Marthen di sela-sela panen garam di Puru Rede.
Bupati yang menang dua kali Pilkada itu mengatakan, saat pertama dirinya menjadi bupati Sabu raijua, PAD saat itu hanya 320 juta yang bersumber dari pajak dan retribusi. Namun dengan semangat kerja keras, PAD bisa meningkat menjadi puluhan miliar bahkan melebihi PAD Kabupaten lain yang ada di NTT. Sebagai orang yang pernah memimpin Sabu Raijua, Marthen Dira Tome yakin jika garam adalah salah satu solusi untuk mengusir kemiskinan dari Sabu Raijua. Saat ini, selain PT. Nataga Raihawu Industri yang sudah bergerak di sektor industri garam, ada lagi satu investor yang telah masuk ke Sabu Raijua untuk mengembangkan industri garam. Untuk itu dia meminta kepada masyarakat untuk memberi rasa nyaman bagi para investor yang datang menanamkan investasinya di Sabu Raijua. Dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif maka pemilik modal atau investor akan melirik potensi garam di Sabu Raijua untuk dikembangkan.
“Saat ini sudah ada dua investor yang sedang mengembangkan industri garam di Sabu Raijua. Mereka ingin mengembangkan lahan tambak hingga seribu hektar di Sabu Raijua. Nah kita punya potensi bisa mencapai tiga hingga 4 ribu hektar lahan tambak garam. Garis pantai kita cukup panjang yakni sekitar 1.026 kilmeter persegi. Tambak garam tidak hanya bisa dibangun di atas pasir tapi juga bisa dibangun di atas karang. Saat ini, Indonesia masih mengimpor garam dari India, China dan Australia mencapai 2,8 juta ton per tahun. Uang dikirim ke luar, kenapa uang itu tidak dikirim ke Sabu Raijua? Nah, Sabu Raijua ingin mengambil bagian dalam pemenuhan kebutuhan garam nasional dan mengurangi angka impor garam.” ujar Matade, sapaan akrab Marthen Dira Tome.
Marthen Dira Tome berharap agar orang Sabu yang ada di luar, yang tidak memahami situasi dan kondisi di Sabu Raijua, tidak boleh menciptakan isu-isu negatif yang mengatakan bahwa tambak garam itu akan merusak lingkungan atau menyebabkan abrasi dan sejumlah isu lainnya. “Saya harap agar jangan menciptakan isu-isu yang membuat orang yang sedang menaruh modalnya di Sabu Raijua menjadi tidak nyaman. Lucu juga saya baca-baca di Media Sosial. Mereka tidak mampu membedakan antara Tambak dan tambang. Kalau Garam itu, tambak. Sementara kalau tambang itu ya, galian C seperti pasir, batu kali dan lain-lain yang ada di Sabu Raijua. Justru kehadiran tambak garam itu mencegah terjadinya abrasi dan juga menghentikan orang menambang pasir seenaknya tanpa memperhatikan lingkungan. Kita tidak boleh menjadi orang buta yang berteriak dari kegelapan,” ketus Marthen Dira Tome.
Marthen Dira Tome mengatakan, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan peraturan presiden nomer 126 tahun 2022 tentang percepatan pergaraman Indonesia dan jatuh tempo dari perpres itu akan terjadi pada akhir tahun 2024 ini. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mengembangkan industri garam di Sabu Raijua karena ada aturan yang mendukungnya. Tugas pemerintah dan masyarakat saat ini adalah bagaimana menciptakan iklim investasi yang kondusif di Sabu Raijua. “Kalau sekarang orang berteriak di Media Sosial menggunakan akun palsu lalu membuat keraguan pada investor yang ingin berinvestasi di daerah kita. Saat ini teknologi telah memberi efek yang luar biasa dimana hanya dengan modal telepon android, apa yang dilakukan disebuah tempat bisa dilihat oleh semua orang di dunia. Handphone menjadi jendela dunia bagi semua orang. Karena itu berilah situasi yang sejuk bagi mereka yang ingin datang bekerja membangun Sabu Raijua sehingga tercipta lapangan kerja dan ekonomi bertumbuh,” kata Dira Tome.
Direktur Utama PT. Nataga Raihawu Industri, Deni De Mita saat diwawancarai media ini melalui line telpon mengatakan, PT. Nataga Raihawu Industri ingin mengambil bagian dalam membangun Sabu Raijua. Salah satu cara membangun Sabu Raijua kata Deni adalah dengan membuka tambak garam. Kehadiran tambak garam tentu, tak hanya menciptakan lapangan kerja semata, tapi juga akan menumbuhkan perekonomian di Sabu Raijua. Tambak garam itu memberi efek domino bagi ekonomi masyarakat di Sabu Raijua, mulai dari alat transportasi hingga para buruh dan pedagang kaki lima. Pemilik kendaraan memperoleh uang dengan mengangkut garam. Demikian juga dengan para buruh yang bekerja di pelabuhan untuk bongkar muat serta para penjual atau kaki lima yang menjajakan jualannya tidak hanya di dermaga tapi juga di lahan tambak garam.
“Kedepan kita akan terus mengembangkan lahan garam sesuai dengan potensi lahan yang ada di Sabu Raijua. Kita juga akan berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk turut bersama-sama membangun Sabu Raijua. Kita bukan mau bilang bahwa modal kita hebat, tapi kita ingin menunjukkan kerja-kerja nyata kita di lapangan dan bisa langsung dirasakan oleh masyarakat Sabu Raijua dimana mereka bisa langsung bekerja di proyek yang sedang kita kerjakan,” ujar Deni De Mita.
PT. Nataga Raihawu Industri kata Deni De Mita, tidak hanya fokus pada pengembangan industri garam di Sabu Raijua, tapi juga teleh mengembangkan usahanya ke bidang lain yakni pertanian dengan menggunakan teknologi yang irit air sesuai dengan kondisi wilayah. Saat ini PT. Nataga Raihawu Industri sedang mengelola pertanian di beberapa lokasi yang ada di Sabu Raijua. Berbagai tanaman hortikultura sedang tumbuh subur di lahan-lahan yang dikerjakan oleh PT. Nataga Raihawu Industri. Ekspansi ke sektor pertanian juga membuka lapangan kerja bagi anak-anak di Sabu Raijua yang selama ini tidak memiliki pekerjaan.
“Kita tetap berkomitmen untuk membangun Sabu Raijua kedepan. Kita juga tidak mau sendiri bekerja di Sabu Raijua. Kita akan ajak investor lain untuk datang dan menanamkan modalnya di Sabu Raijua. Kita ajak mereka untuk sama-sama bangun Sabu Raijua, karena kalau kita sendiri tentu tidak kuat. Harapan kita agar jika banyak investor yang datang bareng-bareng membangun Sabu Raijua maka laju pembangunan akan lebih cepat dan daerah yang kita cintai akan lebih berkembang dari saat ini,” tutup Deni De Mita.
Sementara Robert Marciano Mita atau Robby De Mita yang selama ini mengawal setiap pekerjaan di PT. Nataga Raihawu Industri di Sabu Raijua mengatakan, tujuan utama pihaknya adalah bagaimana mengembangkan perekonomian di Sabu Raijua yang diawali dengan membuka lahan tambak garam. “Teman-teman di Jawa menertawakan kita, kenapa menggunakan banyak karyawan di tambak. Tujuan kita bukan hanya mendapatkan keuntungan semata, tapi juga bagaimana menolong saudara-saudara kita yang ada di sini untuk mendapatkan pekerjaan. Kalau di Pulau Jawa mungkin satu hektar tambak garam, karyawannya cuma satu atau dua orang saja yang kerja, nanti kalau saat panen mereka meminta orang lain untuk datang kerja dan diberi upah per sekali panen saja. Kita di sini ada 10 orang yang bekerja untuk satu hektar. Sekali lagi tujuan kita bukan semata untuk keuntungan tapi bagimana kami bisa berbagi dan kehadiran kami bermanfaat bagi orang lain,” ujar Robby De Mita.
Robby De Mita juga menyampaikan kenapa PT. Nataga Raihawu Industri melakukan ekspansi ke sektor pertanian. Hal itu supaya ada pemerataan lapangan kerja bagi masyarakat. Mereka yang tinggal di pesisir bisa bekerja di lahan tambak, sementara yang tinggal di daerah pertanian yang jauh dari pesisir pantai bisa bekerja pada kebun yang diolah oleh PT. NRI. Visi dan misi perusahaan kata Robby adalah bagaimana masyarakat bisa mengakses lapangan kerja dengan mudah sehingga kehidupan ekonominya bisa membaik dan hidup layak. “Kita tidak hanya beroreintasi pada keuntungan lalu pergi dari sini, tapi keuntungan yang diperoleh kita kembalikan lagi ke daerah ini lewat para pekerja. Kedepan, jika ada sektor lain selain industri garam dan pertanian, PT. NRI akan melakukan pengembangan sehingga bisa menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak lagi bagi masyarakat. Sebagai orang Sabu yang hidup di luar, jujur bahwa kami juga merasa terpanggil untuk membantu saudara-saudara yang ada di sini. Kita berkeyakinan bahwa Sabu Raijua akan keluar dari kemiskinan jika semua pihak turut bekerja sama,” ujar Robby De Mita.
Koordinator tambak garam di Desa Ledeana, Melkianus Wila mengaku, kehadiran PT. NRI dengan pengembangan tambak garam di Sabu Raijua, telah memberi kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pekerjaan. Biasanya kata Melki, para pencari kerja akan merantau ke daerah lain untuk bekerja tapi dengan adanya tambak garam yang dikelola PT. NRI membuat orang memperoleh pekerjaan tanpa harus memiliki ijasah tertentu atau usia tertentu. Tidak hanya itu, ujar Melki, kehadiran PT. NRI juga berdampak pada perputaran uang di Sabu Raijua dirasakan lebih lancar karena ada ratusan pekerja tambak yang sudah memiliki penghasilan.
“Kalau tidak ada pekerjaan kami akan merantau ke daerah lain seperti Sumba, Ende atau Kupang. Bahkan ada yang ke luar NTT hingga ke luar negeri. Kami sangat bersyukur dan berterimakasih kepada PT. NRI yang telah menyambung kembali harapan kami yang sempat hilang. Dulu kami juga bekerja di tambak garam yang dikelola oleh pemerintah saat bapak Marthen Dira Tome menjadi bupati. Lalu setelah beliau bermasalah hukum, tambak tidak lagi berproduksi dan dibiarkan terbengkalai. Kami yang dulu sempat senang karena bisa bekerja di tambak, kembali tak punya harapan dan kehilangan pekerjaan. Bagi saya pribadi, kehadiran PT. NRI di Sabu Raijua telah menjahit kembali mimpi orang Sabu Raijua yang terkoyak. Masih banyak yang ingin bekerja di tambak garam dan kami berdoa, pengembangan tambak garam terus dilakukan,” ujar Melki Wila.
Koordinator Tambak garam Pururede di Desa Raedewa, Jitro Adrianus Raga pada kesempatan yang sama meminta kepada pihak-pihak yang berusaha untuk memprovokasi kehadiran tambak garam dengan cara menciptakan isu-isu negatif untuk berhenti, karena ada banyak orang yang menggantungkan hidup pada tambak garam dan juga ada banyak orang yang masih menunggu untuk bekerja di lahan tambak. Kehadiran tambak garam sangat berdampak bagi masyarakat sehingga semua pihak harus menciptakan suasana yang kondusif sehingga pemilik modal yang ingin berusaha di Sabu raijua bisa tenang. Jitro juga mengatakan, jika ada investor yang datang ke Sabu Raijua dengan segala keterbatasan, maka perlu didukung dengan kerjasama yang baik dan doa yang tulus.
“Yang tahu kondisi di Sabu Raijua itu adalah kami yang ada dan hidup di daerah ini. Bukan mereka yang ada hidup enak di daerah lain, lalu menciptakan isu-isu negatif yang bisa menghilangkan harapan kami di sini. Jika tidak bisa membantu kami dengan uang atau materi, minimal bantu kami dengan tidak menciptakan isu-isu negatif. Orang datang menanam modal di Sabu itu tidak gampang, karena daerah ini sulit, sehingga kalau ada yang datang maka mereka telah memberi diri untuk susah bersama kita di daerah ini. Kami berharap pengembangan tambak terus dilakukan oleh perusahaan karena masih terlalu banyak yang ingin bekerja,” harap Jitro.
Koordinator tambak garam di Desa Wadumedi, Kecamatan Hawu Mehara, Melkianus Boeky mengaku sangat gembira setelah terbukanya lapangan kerja di tambak garam. Dia juga merasa bersyukur karena mereka menjadi karyawan dari PT. NRI yang dijamin oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dengan adanya jaminan tersebut, maka para pekerja tidak ragu untuk menyelesaikan setiap pekerjaan mereka dengan hati yang gembira. Bagaimana tidak senang, karena jika mereka celaka saat bekerja, mereka sudah di jamin, kalau mereka berhenti ada jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
“Lihat wajah-wajah pekerja yang begitu gembira saat panen. Mereka bekerja dengan semangat yang tinggi karena bagi mereka ini kesempatan langka yang tidak ada di tempat lain. Tidak ada ijasah, usia sudah diatas 40 hingga 50 tahun tapi masih dapat kerja dengan jaminan BPJS. Kami selalu berdoa agar seluruh garis pantai di Sabu Raijua dipenuhi dengan garam dan anak-anak muda tidak lagi harus pergi ke luar untuk bekerja,” pungkas Melki Boeky. (joey rihi ga)