Soe, seputar-ntt.com – Salah satu program dari nawa cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Untuk mewujudkan program tersebut, Kementerian Pertanian saat ini melakukan pengembangan Taman Teknologi Pertanian (TTP).
Ketika membaca taman, tentu pikiran kita mengarah pada suatu areal atau lokasi yang mengesankan adanya keindahan dan kenyamanan sehingga seringkali yang namanya taman menjadi ajang untuk istirahat, menghilangkan kepenatan. Dengan duduk-duduk di taman, rasanya kepenatan itu tergantikan oleh kenyamanan yang dirasakan di taman itu. Sekarang setelah kata taman itu ada embel-embel teknologi pertanian.
Hal ini akan terlihat nyata ketika kita memasuki TTP Molo yang terletak di Desa Netpala, Kecamatan Molo Utara, Kabupaten TTS. Seputar NTT, diberi kesempatan untuk meliput panen perdana bunga krisan oleh penanggungjawab TPP, Molo, Dr. Tony Basuki pada Sabtu, (8/10/2016).
Jam baru menunjukkan pukul 10:20 ketika kami tiba di Taman Teknologi Pertanian (TTP) Molo. Tidak hanya udara sejuk yang menyambut tamu, tapi juga langit seperti bergirang dengan mencurahkan hujan dilokasi dimana Bunga yang hidup di Kores, Jepang dan China bersemi. Bunga Krisan namanya.
Karna ini bukan bunga asli Indonesia maka panen perdana bunga Krisan ini turut dihadiri oleh Profesor Budi Marwoto, peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Hias, Dr. Rudy Soehendi, Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT, Ir. Amirudin Pohan, Msi dan penanggungjawab TTP Molo, Dr. Tony Basuki.
Ada lima screen hause yang berdiri kokoh dilokasi itu selain bangunan pernamen yang sudah dibangun maupun sementara dibangun. Tiga screen house berisi bunga Krisan dan dua lainnya ditanami strowbery. Kedua tanaman ini adalah bawaan dari luar, bukan anak kandung yang lahir dari rahim NTT. Selain para pakar, hadir pula beberapa pengusaha bunga yang lebih dikenal sebagai sebutan florist. Sebelum panen perdana, para pakar tanaman hias yang datang ke TTP Molo, lebih dulu berbagi pengalaman sekaligus memberikan motivasi bagi para florist.
Penanggungjawab TPP, Molo, Dr. Tony Basuki menjelaskan, inisiatif munculnya TTP bersumber dari program Jokowi-JK yang dikemas dalam Nawa Cita yang berisi sembilan agenda prioritas. Salah satunya “Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”. Untuk merefleksikan agenda tersebut dirancang pembangunan “Scinece Park dan Techno Park”.
Tony menambahkan, dalam merespon kebijakan pembangunan nasional tersebut, Kementerian Pertanian berencana membangun Agro Science Park (ASP) dan Agro Techno Park (ATP) di beberapa lokasi. ASP lebih bernuansa sebagai sumber inovasi teknologi yang dapat diakses oleh masyarakat pengguna, yang dilengkapi dengan sarana berlatih bagi masyarakat yang ingin menerapkan inovasi teknologi yang ada. Sedangkan ATP merupakan wahana penerapan inovasi teknologi langsung di area kawasan lahan pertanian milik masyarakat, dengan pendampingan intensif dari para peneliti dan penyuluh agar petani dapat secara terampil menerapkan teknologi modern.
“Ketika mengoperasionalkan program tersebut, istilah ASP dan ATP yang terkesan asing itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. ASP menjadi TSP (Taman Sains Inovasi) dan ATP menjadi TTP,” ungkapnya.
Menurut Tony Basuki, TTP diarahkan berfungsi sebagai pengembangan inovasi bidang pertanian yang telah dikaji, untuk diterapkan dalam skala ekonomi. TTP juga menjadi tempat pelatihan, pemagangan, pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas. TTP itu merupakan suatu kawasan implementasi inovasi dan berwawasan agribisnis hulu-hilir yang bersifat spesifik lokasi dengan kegiatan yang meliputi penerapan teknologi pra produksi, produksi, panen, pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk pelatihan dan pembelajaran bagi masyarakat.
“Kami juga melakukan pengembangan kemitraan agribisnis dengan swasta. Dalam bahasa sederhana, dibentuknya TTP adalah untuk menghilirkan inovasi. Setelah terselenggaranya percontohan teknologi di TTP maka perlu pengawalan dan pendampingan. Pengawalan ditujukan untuk membimbing petani dalam menerapkan teknologi, agar tidak salah. Petani dapat menerapkan teknologi sesuai dengan deskripsi teknologinya, sehingga harapan meningkatkan produktivitas akan tercapai. Nah saat ini Nawa Cita pak Jokowi telah nyata dalam rupa bunga krisan dan stowbery di TTP Molo” pungkas Tony.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT, Ir. Amirudin Pohan, Msi menjelaskan Taman Teknologi Pertanian (TTP) Molo akan diserakan menjadi asset Pemda TTS. TTP ini sendiri dibiayai oleh pemerintah pusat yang bertujuan untuk menjadi pusat pendidikan dan pelatihan bagi petani.
“Aset-aset yang ada di TTP Molo ini akan kita serahkan kepada Pemda TTS. Karna itu kita sangat berharap agar masyarakat dan pemerintah bisa menjaga asset ini secara baik sehingga berkelanjutan dan mampu memberi efek positif bagi ekonomi masyarakat setempat,” kata Amir.
Dia menjelaskan, di TTP Molo, tidak hanya membudidaya bunga krisan, tapi juga budidaya strowbery. Ditempat itu juga telah dibangun bengkel yang akan mengopname semua alsintan yang sudah dibagi kepada masyarakat. “Disini kita punya bengkel yang akan memperbaiki alsintan masyarakat yang telah kita bagi kepada mereka. Mereka juga kita latih membuat pupuk sehingga bagi yang butuh bisa mendapatkan di masyarakat,” ungkapnya.
Profesor Budi Marwoto, peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Hias, pada kesempatan itu menjelaskan Bunga Krisan bukan bunga asli Indonesia. Bunga ini paling banyak ditanam yakni di China, Korea dan Jepang. “Ini adalah sejarah dimana bunga Krisan bisa hidup dan berkembang secara baik di tempat ini. Jujur bahwa saya sempat ragu apakah nanti bunga ini bisa berkembang dengan baik di NTT. Hari ini kita buktikan bahwa bunga Krisan bisa bertumbuh dengan baik,” kata Budi.
Budi Marwoto mengatakan Tanaman hias krisan merupakan bunga potong yang penting di dunia. Prospek budidaya krisan sebagai bunga potong sangat cerah, karena pasar potensial yang dapat berdaya serap tinggi sudah ada. “Pasar di Indonesia sangat potensial, contohnya di Bali. Tapi sudah ada juga yang ekspor Krisan keluar negeri. Untuk itu kita berharap supaya di TTS menjadi tempat pelatihan bagi para petani bunga yang ingin membudidaya Krisan” kata Budi. (jrg)