Kupang, seputar-ntt.com – Ada yang menarik dari Polemik Peraturan Kepala Daerah (Perkada) untuk APBD 2020 di Kabupaten Rote Ndao. Anggota Komisi IV DPRD NTT, Nelson Matara menyebutkan jika Bupati mengeluarkan Perkada maka yang salah adalah anggota DPRD.
“Kalau sampai ada Perkada maka menurut saya yang salah itu adalah DPRD. Terutama DPRD yang ada di kubu Pemerintah. Kenapa saya bilang demikian karna ada ruang lobi dan komunikasi yang tidak berjalan dengan baik sehingga Perkada itu terbit. Ruang Lobi itu harus dilakukan secara terus menerus oleh DPRD dari Partai pendukung Pemerintah,” kata Nelson Matara, usai menerima Aliansi Peduli Rakyat (APARAT) di ruang Komisi IV DPRD NTT, Kamis, (30/1/2020).
Menurut politisi PDIP ini, sebuah Perkada atau Perbub tidak mungkin keluar jika ruang komunikasi bisa berjalan dengan baik. Peran DPRD dari Partai Pendukung kata Nelson sangat penting dalam melakukan lobi dengan anggota DPRD yang bukan berasal dari Partai Pendukung Pemerintah.
“Kalau ada hal-hal yang perlu dibicarakan maka tidak boleh kaku dalam membangun lobi kepada anggota yang lain. DPRD boleh tidak sepaham dengan pemerintah tapi sekali lagi Partai pendukung pemerintah memiliki tugas untuk melobi dengan berbagai cara dan tidak boleh bisan membangun komunikasi politik,”pungkas Nelson.
Sebelumnya, Aliansi Peduli Rakyat (APARAT) mendesak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk menolak Peraturan Kepala Daerah (Perkada) untuk APBD di Kabupaten Rote Ndao dan Timor Tengah Utara (TTU). Desakan ini disampaikan APARAT saat melakukan orasi di Depan Kantor Gubernur NTT dan gedung DPRD NTT pada Kamis, (30/1/2020).
Koordinator Lapangan Mario Sara menyampaikan, penggunaan Perkada untuk pelaksanaan APBD tahun anggaran 2020 hanya akan mendatangkan kerugian bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu, Gubernur sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat harus bersifat tegas dan meminta bupati serta DPRD untuk menetapkan APBD melalui Peratutan Daerah (Perda).
“Sebagai pihak yang diberi kekuasaan oleh rakyat maka sudah sepantasnya Gubernur berpihak pada kepentingan rakyat. Kami sebagau mahasiswa yang peduli dengan kepentingan rakyat secara tegas meminta gubernur untuk menolak Perkada. Kami akan mengawal ini hingga tuntas,” kata Mario Sara
Sementara Amro Kono dari LMD mengatakan, Perkada merupakan bentuk otoriter baru dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jika hal ini tidak ditolak maka bukan tidak mungkin para kepala daerah akan semena-mena menetapkan APBD sesuai keinginan tanpa melalui mekanisme yang berlaku. Eksetutif dinilai telah melakukan pelanggaran dengan merampas fungsi DPRD dari sisi anggaran.
“Kalau ini dibiarkan maka para bupati maupun gubernur bisa seenaknya menetapkan anggaran lewat Perkada. Jika ini tidak ditanggapi secara bijak maka rakyat yang akan menanggung kerugian dari kebujakan anggaran yang dilakukan secara sepihak oleh eksekutif. Perbuatan ini juga bisa menimbulkan korupsi,” tandasnya.
Untuk diketahui, Aparat ini terdiri dari organisasi PMKRI, LMD dan IMATU. Mereka datang menyampaikan aspirasi Kantor Gubernur NTT. Sayangnya mereka hanya diterima oleh bagian Biro Humas. Sementara di DPRD mereka diterima oleh Komisi IV yakni Refafi Gah, Nelson Matara dan Aleks Funay. (joey)