Pemkab Kupang Inginkan Penyelidikan Mendalam Atas Laut Timor

Kupang, seputar-ntt.com – Pemerintah Kabupaten Kupang meminta Pemerintah Australia untuk melakukan penyelidikan secara mendalam atas laut Timor pasca meledaknya kilang minyak Montara di Zona Ekonomi Eksklusif Australia 21 Agustus 2009.

Permintaan ini disampaikan Bupati Kupang, Ayub Titu Eki usai bertemu Senator Parliement House of Canbera, Rachel Siewart dan Ketua Tim Advokasi Yayasan Peduli Timor Barat, Greg Phelpdi Kupang.

Menurutnya, penyelidikan mendalam atas laut Timor diperlukan agar masyarakat NTT dapat mengetahui secara pasti makanan laut yang dikonsumsi pasca laut Timor diberitakan tercemar itu mengandung zat berbahaya bagi tubuh atau tidak.

“Saya bilang kepada Mrs. Rachel,harus ada penyelidikan secara lebih mendalam supaya kita tahu Ikan dan makanan lautnya yang kita makan ini terkontaminasi zat beracun atau tidak,” kata Bupati Titu Eki dalam jumpa pers di rumah jabatan Bupati Kupang, Senin (17/2/2014).

Dikatakan, kompensasi dari Montara memang dibutuhkan masyarakat tapi kompensasi tersebut harus diberikan langsung kepada nelayan dan petani rumput laut yang menjadi korban pencemaran minyak Montara.

“Kompensasi yang diberikan, jangan dipolitisir dan langsung ke masyarakat. Kemudian
Kalau hasil penyelidikan menyebutkan ada zat-zat berbahaya harus disampaikan karena kalau tidak maka anak cucu kita akan terus mengkonsumsi ikan atau makanan laut lainnya dari laut yang sudah tercemar ini,” katanya lagi.

Saat menjamu kedua tamu dari Australia, sebut Titu Eki, dirinya menyaksikan kalau Rachel Siewart dan Greg Phelp tidak menyentuh ikan bakar yang dihidangkan di rumah jabatan Bupati Kupang. Hal tersebut menunjukkan jika dua tamu Negara itu bersikap hati-hati sekali mengkonsumsi makanan laut yang berasal dari laut Timor. Karena itu, dirinya sangat mengharapkan adanya suatu penyelidikan ilmiah atas laut Timor pasca meledaknya kilang minyak Montara tersebut.

Senator Parliement House of Canbera, Australia Rachel Siewart dalam kesempatan ini mengatakan, kehadiran dirinya di Desa Tablolong sebenarnya ingin mendengarkan langsung keluhan masyarakat yang terkena dampak meledaknya kilang minyak Montara. Keluhan-keluhan tersebut akan dibawa ke Australia untuk disampaikan ke Parlemen dan Pemerintah Australia.

“Saya datang ingin mendengar sendiri pengakuan dari korban pencemaran di Laut Timor sehingga bisa dibawa ke Parlamen Australia,” kata Siewert saat bertatap muka dengan nelayan Tablolong.

Menurut Rachel, sudah terlalu lama masyarakat yang menjadi korban meledaknya kilang minyak Montara menanti hasil penyelidikan dari kasus ini. Pemerintah Australia dan Indonesia perlu segera membuat suatu penyelidikan yang mendalam. Karena itu, dirinya membutuhkan informasi tentang apa yang dirasakan para nelayan dan dampaknya terhadap kehidupan pasca laut Timor tercemar.

“Anda perlu katakan kepada saya apa yang anda rasakan dan dampaknya sehingga bisa saya laporkan ke Senat sesuai mekanisme yang digunakan,” kata Rahel seperti diterjemahkan Bupati Titu Eki.

Sementara itu Gustaf Lay, petani rumput laut asal Desa Tablolong mengatakan, budi daya rumput laut sebelum laut Timor tercemar pada tahun 2008 panenannya bisa mencapai 500 ton/tahun. Namun hasil itu terus menurun pada tahun 2009, hingga tahun 2013 hasil panenannya cuma 10 ton/ tahun.

Jumlah petani rumput laut juga berkurang dari 523 petani rumput laut, tersisa 23 petani rumput laut, karena gagal. “Tanaman rumput laut kami gagal total. Jadi minta kompensasi dari pemerintah Australia,” katanya.

Sedangkan Ny. Ndun Toy mengaku, kulit mereka terasa gatal-gatal setelah menanam rumput laut. Kondisi ini terjadi pasca munculnya pemberitaan adanya pencemaran laut Timor 2009 silam. Selain itu, rumput laut yang ditanam juga hasilnya tidak seperti biasanya karena rumput laut yang dipanen saat ini lebih kerdil dari tahun 2008 lalu. Akibatnya, mereka merasa rugi terhadap  hasil panenan yang diperoleh saat ini. (sho)

Komentar Anda?

Related posts