Kupang, seputar-ntt-com – Pemerintah Kota Kupang mengeluarkan kebijakan strategis untuk menekan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. kebijakan tersebut yakni dengan memfasilitasi terwujudnya kota layak anak, advokasi perlindungan hak-hak perempuan dan anak serta rehabilitasi perempuan dan anak korban kekerasan.
Hal ini dikatakan Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan ,Setda Kota Kupang,drg. Francisca Johana saat membawa metari tentang kebijakan Pemerintah Kota Kupang dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak pada acara pelatihan gender dan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diselanggarakan oleh Lembaga Rumah Perempuan Kupang,di Hotel Olive Kupang,Selasa (4/3/2014).
“Selain itu Pemkot juga melakukan peningkatan penanganan pelayanan dan rehabilitasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), diantaranya anak jalanan, anak terlantar dan anak berkebutuhan khusus,”katanya.
Ia menjelaskan, peningkatan penanganan pelayanan dan rehabilitasi PMKS ini yakni dengan memfasilitasi pengembangan penanganan, pelayanan dan rehabilitasi PMKS, memfasilitasi anak terlantar, anak jalanan dan anak berkebutuhan khusus dan bantuan pengembangan sarana prasarana pelayanan panti dan non panti.
Selain itu Pemkot juga terus berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA dan HIV Aids, serta melakukan penguatan peran serta masyarakat dan lembaga peduli permasalahan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan masalah sosial lainnya sekaligus melakukan pengembangan rasa kesetiakawanan sosial.
“Selain itu Pemkot juga terus meningkatkan kualitas pelayanan terhadap anak jalanan, gelandangan, anak yatim piatu, korban bencana, perlindungan anak dan keluarga,” paparnya.
Koordinator rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe mengatakan, kekerasan berbasis gender adalah kekerasan paling banyak terjadi saat ini yang disebabkan oleh timpangnya relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan.
Data pendampingan Rumah Perempuan Kupang menunjukan bahwa sejak tahun 2000 sampai tahun 2013 terdapat 2.125 kasus kekerasan berbasis gender.
“Untuk itu maka kegiatan ini peserta yang terdiri dari tenaga kesehatan, polisi, tokoh agama, guru sekolah, dan ketua PKK kelurahan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang gender dan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Libby. (riflan hayon)