Kupang, seputar-ntt – Aparat penegak hokum di NTT dianggap belum mampu menuntaskan berbagai kasus pembunuhan yang ada di wilayah hokum NTT. Penilaian ini dikatakan aktivis PIAR NTT, Paul Sinlaeloe kepada wartawan, 21 Desember 2013.
Paul menjelaskan, pada konteks NTT yang masih merupakan bagian integral dari Negara Indonesia, juga terdapat sejumlah kasus pembunuhan yang menarik perhatian publik berkaitan dengan proses penegakan hukumnya. Ironinya, kasus-kasus ini sampai dengan sekarang belum mampu diungkap oleh aparat penegak hukum secara tuntas.
Kasus-kasus dimaksud adalah Kasus pembunuhan Yohakim Atamaran di Flores Timur, Kasus pembunuhan Paulus Usnaat di ruang tahanan Polsek Nunpene di Timor Tengah Utara (TTU), Kasus Pembunuhan Obadja Nakmofa di Kota Kupang dan Kasus pembunuhan Deviyanto Nurdin Yusuf di Maumere, di Kabupaten Sikka.
“Saya meganggap bahwa peneggak hukum di NTT belum mampu menuntaskan kasus-kasus pembunuhan di NTT, misalnya kasus Obaja Nakmofa dan lain sebagainya, “ katanya.
Hasil Investigasi PIAR NTT, kata Paul, menunjukan bahwa terdapat sejumlah indikasi keganjilan dalam pengungkapan keempat kasus ini. Untuk kasus kematian Yohakim Atamaran, Kapolres Flores Timur menyimpulkan bahwa korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas pada hal dalam penyelidikan dan penyidikan telah dikatakan pada publik bahwa kasus ini adal kasus pembunuhan dan sudah cukup bukti. “Dalam perkembangannya saksi mahkota menarik keterangannya dan dikatakan penyidikan tak bisa dilanjutkan,”ungkapnya.
Begitu juga dengan kematian Paulus Usnaat di TTU. Kapolres TTU menyimpulkan bahwa korban meninggal bukan karena dibunuh, tapi bunuh diri. Pada hal pihak penyidik dalam publikasinya mengatakan bahwa dalam kerja-kerja penyidikan, pihak Polres TTU telah menemukan 5 (lima) alat bukti. Dalam perkembangannya pihak Kejaksaan menyuruh penyidik Kepolisian mencari saksi lain di luar tersangka dan hal ini menyulitkan proses penyidikan dan kasus ini menjadi terkatung-katung.
Pada kasus kematian Deviyanto Nurdin bin Yusuf pun demikian. Kapolres Sikka telah menyimpulkan bahwa korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas tunggal. Hal ini sangat aneh karena pada awalnya pihak Kepolisian telah menyataan bahwa kasus ini adalah kasus pembunuhan dan sudah cukup bukti. Dalam perkembangannya dokter ahli forensik yang mengotopsi jenazah korban mencabut keterangannya tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, alat bukti pun dinyatakan kurang dan akhirnya Reskrim Polda NTT mengeluarkan SP3.
Sedangkan untuk kasus kematian Obadja Nakmofa sampai saat ini pihak Kepolisian masih melengkapi berkas perkara untuk di limpahkan kembali ke pihak Kejaksaan. Salah satu kesulitan pihak kepolisian untuk memenuhi tuntutan pihak Kejaksaan adalah pihak Kepolisian harus melampirkan Barang Bukti berupa pisau yang diigunakan untuk membunuh Obaja Nakmofa. Karena Barang Bukti berupa pisau belum bisa ditemukan oleh tim penyidik Polda NTT, maka penanganan kasus ini pun akhirnya berulang tahun. (van)