PENDAHULUAN
Kebutuhan air akan disesuaikan dengan jenis dan umur tanaman. Ada jenis tanaman yang menyukai banyak air tetapi ada juga yang kurang menyukai banyak air. Pada tanaman muda biasanya membutuhkan air dalam jumlah sedikit dan akan bertambah kebutuhan airnya dengan bertambahnya umur tanaman. Hasil penelitian Balitbangda Provinsi NTT Tahun 2016 tentang Irigasi Tetes menunjukkan bahwa teknologi Irigasi tetes cocok untuk tanaman hortikultura dibandingkan untuk tanaman pangan ( umbi-umbian 3 dan jagung). Kebutuhan air untuk tanaman hortikultura hasil penelitian melaporkan bahwa tanaman hortikultura ( tomat dan sawi) membutuhkan air 6 mm per hari. Keuntungan ekonomis dalam pemanfaatanan jaringan irigasi tetes dalam penelitian ini juga dilaporkan bahwa pengembalian modal akan lebih cepat bila menanam tanaman yang umur tanamnya lebih pendek.
Pada musim kemarau, air yang tersedia sangat sedikit, sedangkan kebutuhan akan air kurang lebih sama dengan musim hujan. Untuk mengatasi kebutuhan air di masa sulit air adalah dengan menggunakan irigasi tetes. Pada irigasi tetes, pengairan bisa disesuaikan dengan kebutuhan air setiap jenis tanaman yang berbeda-beda tergantung pada fase pertumbuhan dan jenis tanamannya. Dalam usahatani di lahan pekarangan, kebutuhan air sangat penting mengingat air merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan tanaman. Dengan irigasi tetes ini air dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif.
Prinsip irigasi tetes adalah irigasi yang menggunakan jaringan aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Jaringan irigasi tetes terdiri dari pipa utama, pipa pembagi dan pipa lateral. Pada pipa lateral dipasang alat penetes /emitter yang digunakan untuk mendistribusikan air langsung pada pohon tanaman sesuai kebutuhan. Alat Penetes/emiter dipasang di dekat batang tanaman atau perakaran sehingga tanah yang berada di daerah perakaran selalu lembab.
Sistem irigasi tetes mempunyai cara pengontrolan yang baik sejak air dialirkan sampai diserap tanaman. Di samping itu sistem irigasi tetes mengurangi proses penguapan (evaporasi), dan juga nutrisi /pupuk dapat langsung diberikan ke tanaman melalui irigasi. Sistem irigasi tetes cocok digunakan untuk tanaman yang ditanam secara berderet yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sehingga dapat menutupi biaya penyusutan perangkat irigasi tetes. Untuk mewujudkan tujuan tersebut Departeman Pertanian memfasilitasi sarana dan prasarana fisik untuk pengembangan usaha agribisnis pedesaan di sentra produksi komoditas unggulan. Dalam pengembangan komoditas unggulan tanaman maupun ternak, air merupakan faktor determinan keberhasilan sistem budidaya. Argumennya, air merupakan komponen utama (lebih dari 80%) penyusun tanaman maupun ternak sekaligus berperan 4 penting dalam proses metabolisme. Itulah sebabnya mengapa kekurangan atau kelebihan air untuk tanaman dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan atau perkembangan tanaman dan ternak bahkan berdampak langsung terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
Berdasarkan sumber air irigasi, maka irigasi dibagi dalam dua kategori yaitu irigasi permukaan dan irigasi air tanah, yang biasanya dengan memakai pompa. Dalam implementasinya di lapangan, oleh karena air irigasi yang bersumber dari air tanah memerlukan biaya investasi relatif mahal, maka pendayagunaan air yang dihasilkan dari pompa perlu diarahkan kepada tanaman bernilai ekonomi tinggi.
Kegiatan Irigasi Tetes Tanaman Hortikultura diarahkan untuk menunjang terwujudnya ketahanan pangan melalui kegiatan pengembangan optimasi lahan kering dan Untuk meningkatkan pemanfaatan lahan dan perluasan areal tanam bagi komoditi tanaman hortikultura bernilai ekonomi tinggi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan dari kegiatan penerapan Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura adalah sebagai berikut :
a. Memberi panduan dalam pembangunan dan pengelolaan air yang efisien dan efektif melalui pemanfaatan teknologi Irigasi Tetes pada areal yang selama ini mengalami keterbatasan air.
b. Menyebarluaskan cara pengembangan irigasi tetes kepada petani di daerah sentra produksi hortikultura/perkebunan
METODOLOGI
Observasi langsung terhadap jalannya proses transfer teknologi dengan mendeskripsikan langsung faktor-faktor yang menjadi kendala maupun faktor penentu keberhasilan pilot project. Hasil deskripsi ini juga memampukan untuk menggambarkan kondisi apa adanya sekaligus membuka peluang menemukan variasi faktor-faktor yang menjadi kendala pilot project. 5
Transfer teknologi dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:
1. Metode Pemaparan, dimana narasumber memberikan pemaparan konsep instalasi, pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan. Setelah pemaparan kemudian dilakukan tanyajawab dari audience agar pengertian dan pemahaman konsep dan tata cara pelaksanaan instalasi sampai dengan aspek perbaikan agar dapat lebih dimengerti dan dipahami dengan baik.
2. Metode Interaktif, dimana narasumber hanya memberikan atau menyampaikan pokok-pokok gagasan dan konsep tentang DBM dan selanjutnya peserta akan diajak untuk lebih aktif memberikan pertanyaan kepada narasumber. Metode ini biasanya akan dapat lebih efektif karena peserta akan menanyakan point-point yang langsung berhubungan dengan kebutuhan mereka sendiri. Peserta juga diajak langsung ke alat dan modul Penerapan Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura yang dibicarakan
HASIL/TEMUAN
Faktor penentu keberhasilan pilot project
Ditemukan bahwa motivasi internal penerima manfaat adalah driver utama yang dapat menentukan keberhasilan pilot project. Ditemukan bahwa keinginan penerima manfaat untuk memanfaatkan pengetahuan dan keahliannya menginstalasi s/d memperbaiki kerusakan minor-sedang yang menjadi faktor pendorong bagi peserta untuk mengikuti kegiatan pelatihan sampai tuntas.
Karakter dan kemampuan penerima manfaat untuk beradaptasi dengan proses pelatihan juga turut menentukan keberhasilan pilot project. Karakter dan kemampuan peserta tersebut mengaktifkan proses dialog selama pelatihan.
Faktor yang berpotensi menjadi kendala pilot project
Dari proses dialogis yang terjadi selama pelatihan, terimplikasi bahwa ketersediaan air di beberapa lokasi bervariasi, yaitu ada yang bersumber dari sumur bor, air tadah hujan dan air 6
tangki. Makin jauh jarak sumber air, maka akan semakin tinggi biaya produksi tanaman hortikultura, sehingga dapat berdampak pada keuntungan yang akan diterima petani. Selama proses pelatihan, para penerima manfaat mendapatkan daftar alat dan bahan komponen instalasi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura yang 100% dapat dibeli/didapatkan di toko bangunan atau toko pertanian di kota Kupang dengan maksud untuk menghilangkan anggapan bahwa komponen Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura harus dibeli dari luar daerah NTT.
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
1. Dekonstruksi dan rekonstruksi pemahaman
Ada kecenderungan pemahaman bahwa pemanfatan Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura oleh masyarakat merupakan teknologi yang sulit diaplikasikan, karena adanya kekhawatiran petani saat pengoperasian teknologi ini. Proses pilot project yang dikerjakan ini secara keseluruhan telah menunjukkan bahwa pemahaman itu tidak cukup menjelaskan keseluruhan proses yang terjadi. Maka pemahaman ini perlu didekonstruksi kemudian direkonstruksi berdasarkan semua aspek yang ada dalam proses pilot project ini. Pemahaman kita tentang “Penerapan Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura” harus dikonstruksi secara lengkap meliputi aspek menginstalasi, mengoperasikan, merawat, memperbaiki kerusakan minor s/d sedang dan memahami teknis pertanian.
2. Sosialisasi PTO yang dirangkai aktivitas pelatihan
Model Sosialisasi PTO tentang Penerapan Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura sebaiknya dirangkai dengan “transfer” Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura yang interaktif (mengenalkan cara merakit s/d ilmu pertanian) sebagai satu kesatuan. Ini berarti, ada tahap pelatihan terhadap penerima manfaat yang juga ikut dilakukan. 7
3. Skope
• Petunjuk Teknis Operasioal (PTO) tentang Penerapan Teknologi Irigasi Tetes Komoditas Hortikultura ini menyasar masyarakat luas dengan tingkat pengetahuan pertanian tertentu.
• Tingkatkan Ujicoba PTO skala kecil ini dengan melakukan Ujicoba PTO skala diperluas di beberapa lokasi pertanian lainnya. (Advetorial Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT dan seputar ntt)