Sampah Menggunung di Nangameting, Lurah Bilang Sudah Maksimal

Maumere, seputar-ntt.com – Pemandangan kurang menyenangkan ketika melintas di seputaran Kelurahan Nangameting,Kecamatan Alok Timur terlebih di sepanjangjalan Lamtoro, RT.11 dan RT.12 pasalnya sampah rumah tanga yang dikemas dalam karung diletakan di depan rumah membentuk menyerupai gunung. Tak hanya itu, aroma kurang sedap juga muncul dari gunungan sampah tersebut. Bahkan gunungan sampah itu diobrak-abrik oleh anjing atau tikus yang mencari makan.

Gunungan sampah yang menghiasi Kelurahan Nangameting ini diakibatkan karena petugas Kebersihan yang tidak melakukan dropping atau pengambilan samapah secara berkala di setiap rumah warga kelurahan Nangameting. Warga khawatir akan terkena dampak penyakit dari gunungan sampah tersebut.

Demikian disampaikan Yenni Wona, salah satu warga Nangameting, Selasa (10/1/2017) sore di rumahnya. Ketika diwawancarai, Yenni sedang membersihkan dan mengatur kembali karung-karung sampahnya yang berhamburan di jalan lantaran diobrak-abrik oleh anjing.

“Keadaan sudah terjadi mulai dari sebelum Natal kemarin. Jadi sudah hampir dua bulan. Biasanya petugas datang dan angkut sampah yang kami simpan di depan rumah tapi sekarang mereka sudah tidak datang angkat lagi. Saya bingung juga mau buang ke mana sampah-sampah ini. Kalau petugas tidak datang ambil bisa jadi kami buang di kali saja. Ini kan penyakit,” jelas Yenni.

Pengambilan sampah, lanjut Yenni, rutin dilakukan oleh petugas dari Kelurahan menggunakan dua unit sepeda motor roda tiga sehingga tidak ada penumpukan sampah di setiap rumah warga.

“Kami tiap bulan bayar iuran sampah lima ribu rupiah, tapi sejak bulan desember kemarin, sebelum Natal petugas sudah tidak datang ambil lagi, kami hanya bisa tumpuk saja. Tapi kalau dalam satu dua hari ini petugas tidak datang kami terpaksa buang di kali dulu,” imbuh Yenni.

Pegawai di salah satu Koperasi di Kota Maumere ini berharapa agar pemerintah Kelurahan segera mengaktifkan kembali dua unit motor sampah yang selama ini sudah melayani masyarakat sehingga masalah ini bisa teratasi.

“Saya dengar kalau uang bensin untuk motor yang roda tiga itu tidak ada jadi tidak angkut sampah di rumah-rumah. Kalau ini tidak diatasi yang jadi sasaran masyarakat karena penyakit bisa muncul dari sampah-sampah ini apalagi sekarang musim hujan. Tolong pemerintah buka mata dan lihat kondisi kami,” kata Yenni.

Hal yang sama juga dialami oleh Nong Us, warga kelurahan Nangameting. Kepada wartawan ia mengaku bahwa sejak sampah di lingkungannya tidak diangkut oleh petugas semakin banyak nyamuk dan lalat yang mengerumuni tumpukan sampah warga tersebut.

“Kami sudah usaha untuk bersihkan lingkungan dan sesuai Musrenbang kami harus bayar iuran 5 ribu rupiah supaya petugas dari Kelurahan yang angkut sampah di rumah kami. Kami sudah bayar retribusi tapi petugas tidak ada yang angkut sampah. Bisa-bisa masyarakat kena penyakit semua ini,” papar Nong Us.

Menanggapi hal ini, Lurah Kelurahan Nangameting, Friets Agustinus, mengakui bahwa pihaknya sudah berusaha maksimal untuk menangani sampah yang ada di Kelurahan Nangameting. Usaha yang dilakukan oleh pihaknya adalah dengan melakukan pengangkutan sampah secara berkala dari rumah ke rumahdengan menggunakan dua unit sepeda motor roda tiga.

“Soal Sampah kami sudah berusaha maksimal dengan memanfaatkan dua kendaraan pengangkut sampah sehingga rumah warga yang berada di gang-gang kecil yang tidak bisa dijangkau mobil sampah bisa dilayani,” ujar Lurah Friets yang dihubungi per telepon, Senin (9/1/2017) sore.

Lebih lanjut, Lurah Friets mengatakan petugas yang selama ini mengangkut sampah tidak dapat melaksanakan tugasnya karena kendala ketiadaan biaya operasional untuk dua unit motor pengangkut samapah yang ada di Kelurahan Nangameting.

“Sampah tidak bisa diangkut petugas karena biaya operasional untuk dua motor sampah tidak ada lagi. Selama ini kita dibantu karena retribusi sampah dipungut oleh pihak kelurahan sehingga biaya operasional bisa dialokasikan dengan baik. Kalau soal upah petugas itu sudah kami anggarkan lewat DPA kelurahan. Hanya biaya operasional motor yang kita ambil dari warga. Tetapi sejak ada surat dari Dinas PU soal penagihan retribusi sampah kami kewalahan sehingga sampah tidak bisa diangkut,” ujar Lurah lulusan STPDN ini.

Friets menjelaskan bahwa surat yang dikirim oleh Dinas PU, Pertambangan dan Energi isinya melarang pihak kelurahan untuk memungut retribusi sampah dari warga.

“Ini yang menjadi kendala kami sekarang. Kami terima surat itu bulan November tetapi kami masih lakukan pengangkutan hingga tanggal 23 Desember 2016. Mulai hari itu sampai sekarang sampah tidak bisa diangkut karena biaya operasional kendaraan tidak ada. Memang sesuai sesuai Perda Sikka nomor 11 tahun 2012 tentang retribusi Jasa Umum yang berhak tagih retribusi sampah adalah Dinas PU. Kami hanya berusaha membuat kebijakan untuk melayani warga secara maksimal,” papar Lurah Friets.

Kebijakan yang diambil, sambung Lurah Friets, dirasa baik untuk dilakukan lantaran kendaraan pengangkut sampah dari Dinas PU tidak dapat menjangkau hingga ke gang-gang kecil sehingga bisa memanfaatkan motor sampah milik Kelurahan.

“Kami buat kebijakan itu untuk bantu warga yang ada di gang-gang kecil. Maksud kami untuk memungut retribusi dari warga sebenarnya agar masyarakat dilayani secara maksimal. Kami juga selalu setor retribusi sampah yang per bulan 3 ribu rupiah per rumah itu ke Dinas, jadi tidak ada masalah sebenarnya,” tegas Lurah yang aktif menangani masalah sampah ini. (chs)

Komentar Anda?

Related posts