Sebuah Refleksi Hakekat Belajar

Lay A. Yeverson

Oleh : Lay A. Yeverson & Tabiin,
Ada sebuah coretan pena dalam sebuah buku yang tak bercover, judulnya pun tak diketahui namun isi nya menarik yaitu ada beberapa alenia yang saya ingat yaitu dialog antara murid dan guru, dialognya bukan dialog ala menu berat di siang hari, tetapi sebatas dialog ala coffie morning.

Selamat Siang Pak, ya selamat siang juga, Pak bolehkah saya bertanya sesuatu kepada pak guru? . Boleh saja, curhat pun boleh, kamu kan salah satu murid yg baik di sekolah ini. Apa yang ingin kamu tanyakan pada bapak guru.
Murid: “Pak sebenarnya gunanya belajar itu apa pak ? Kayaknya semua pelajaran sonde ada gunanya buat hidup sehari-hari. Apalagi Matematika, IPA, .”
Guru: “Kemungkinan besar yang kamu definisikan kata BELAJAR itu yg salah selama ini. Jadi begini, BELAJAR itu BUKAN HANYA duduk di kelas dengerkan guru jelaskan TOERI, BELAJAR itu BUKAN HANYA baca buku, kerja PR, Catat materi, bahas soal2
Siswa ; Lalu Mengapa belajar disekolah harus pake jadwal, Masuk jam 7:30 Keluar 13: 20, sebagai proses pembelajaran. Bp/ibu guru masuk kelas kasih materi, tp giliran tamat materi2 tsb tidak berhubungan dengan pecaharian kehidupan.
Guru: Jadi Begini nyong, BELAJAR itu proses dimana Lu menjadi tahu suatu hal dari yg tadinya tidak tahu, atau menjadi LEBIH TAHU dari yang tadinya tidak begitu tahu. Jadi belajar bisa dimana saja, kapan saja, dan tentang apa saja.”paham kah tidak.

Sayangnya banyak yang lupa menyadarkan anak2. Bnyak anak yang tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun, mereka membuang-buang waktu mrk hanya utk sekolah, TAPI TIDAK BELAJAR sama sekali…
Mungkin selama ini guru pun bisa keliru dalam mengaplikasikan hakekat belajar. Masih ada yang menyimpulkan bahwa guru harus duduk di dalam kelas untuk jelaskan teori-teori, dan bahkan kalau perlu guru wajib di pantau oleh sistem yang ketat, dan siswa di awasi dengan aturan sekolah yang ketat, di pantau, di amati, dinilai dari berbagai aspek.

Sebenarnya belajar itu sebuah kegiatan yang simpel, mudah dan otonom, bukan sebagai bagian pertunjukan kemampuan melalui nilai yang di konkritkan dalam laporan hasil belajar.
Keberhasilan siswa dalam mendefinisikan belajar secara konkrit ketika guru benar-benar di beri Otonom tanpa dibatasi dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Dukungan moril bagi guru sangat penting untuk menciptakan ketenangan bathin guru, karena seorang guru dalam posisi suasana hati yang senang dalam menjalankan proses pembelajara maka akan siswa mendapatkan kebahagian dalam belajar.

Hal ini menandakan bahwa pembelajaran yg dilakukan selama ini hanya terbatas pada kemampuan kognitif saja. Kurang memperhatikan aspek psykomotor apalagi afektifnya. Selain itu tampaknya bagian pendahuluan dalam proses pembelajaran kurang ditekankan. Pada bagian proses pembelajaran seharusnya tidak mengaitkan antar materi tetapi kaitanya dengan praktek sehari-sehari.

Titik lemah dari sebuah pengalaman masing-masing guru adalah selama ini lebih banyak kita mengajar, mengajar dgn berbagai teori yg memaksakan anak untuk mengerti teori tanpa mendidik mereka. Kita terkadang memaksakan kehendak sebagai pengendali bahwa siswa harus begini, kerja tugas ini dst, tanpa dukungan moril dan keteladanan kepribadian moral, attitude yg menyenangkan siswa.

Kelemahaan lainnya rendahnya bimlat keahlian guru, dan supervisi terhadap guru dan kepala sekolah yang dilakukan pengawas pembina satuan Pendidikan yang menjadi titik lemah dari sebuah proses pembelajaran yg dilaksanakan dengan menggunakan Kurikulum apa saja. Persoalannya tetap dan tetap yaitu pengawasan terhadap satuan Pendidikan.
Pertanyaan yg diajukan siswa ini sudah pernah muncul juga dalam diri kita sebagai seorang pendidik akibat kurangnya pemahaman terhadap makna belajar prinsip, aspek dan tujuan pembelajaran.

Tetapi setelah kita memahami maka kita baru sadar bahwa belajar bertujuan membentuk, membantu pengembangan segala potensi yg dimiliki seorang peserta didik sehingga memiliki karakter dan kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan hidup bukan hari ini atau esok tetapi jauh beberapa waktu mendatang. Maka penting bagi seorang guru untuk menguasai keterampilan mengaitkan materi pembelajaran nya dengan aspek nyata atau aktual. Sebab jika tidak pasti peserta didik akan merasa belajar itu tak ada gunanya karena memang kaitan langsung belajar dengan dunia nyata tak dirasakan langsung.

Oleh karena itu bagian inilah yang harus lebih banyak dikaji dilatih oleh seorang guru untuk menghadapi persoalan-persoalan seperti ini dalam pengembangan kurikulum. Sementara kita lihat perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi dari waktu ke waktu tak pernah menyentuh bagaimana guru melakukan pembelajaran agar Efektifitas nya tinggi.
Lihatlah kurikulum saat ini (kurikulum merdeka) ada beberapa hal positif tetapi banyak titik lemah nya.***

Penulis
Adalah Guru SMK dan SMA di Kab. Kupang

Komentar Anda?

Related posts