Sejarah Singkat Berdirinya Gereja GMIT Elim Alaang

  • Whatsapp

Kalabahi, seputar-ntt.com – Berdirinya sebuah gereja tentu memiliki sejarah dan ceritranya sendiri. Salah satunya adalah Gereja GMIT Elim Alaang yang terletak di Desa Alaang Kecamatan Alor Barat Laut Kabupaten Alor.

Pembukaan Gereja

Pada tanggal 8 Oktober 1934 Gereja O’a dibuka ranting/cabang dari Gereja Adang. Gereja Adang sendiri dibuka tahun 1917. Pada tanggal 31 Oktober 1931 gereja dibuka di Emoil (Aimoli), tempatnya di Di’lelang adalah cabang Gereja Adang Pae 3 (Tiga) kampung yakni Pae Dael, Pae Lawining, Pae Molbang dan Mol’om mengikuti kebaktian di Di’lelang selama 14 tahun (1031-1945).

Anggota majelis asal Pae yang bekerja sebagai koster Adang-Aimoli merangkap tugas smas (Diaken) ialah Laazar Hiw Adang dan David Tapah sebagai penatua.

Pada tanggal 31 Oktober 1945, Laazar Hiw Adang, David Tapah, Adam Dael dan Bernadus Lobang membawa gereja dan buka di Pae, lokasinya di Bu’abang.

Pada satu saat, kampung Bu’abang terbakar dan yang selamat hanya gedung gereja. Oleh karena kondisi kampung Bu’bang sudah mulai perlahan menyepi akibat terjadi musibah kebakaran sehingga majelis jemaat bersepakat Gereja Pae yang ada di Bu’bang pindah lagi di kampung Pae Lawining tepatnya di La’hi, hingga tahun 1963 baru rencana untuk turun di Alaanglah.

Anggota majelis yang bekerja di Bu’bang kemudian pindah ke La’hi sebanyak 14 orang antara lain Marthinus Moll, Laazar Hiw Adang, Daniel Syah, David Dael, Markus A Laa, Anderias Maro Adang, Aderias Maro, Simon Maro, Bernadus Lobang, Samuel Syah, Lambertus Bana, Bernadus Toun.

Gereja di Bo’bel

Keberadaan perkumpulan doa di Bo’bel berawal dari anggota jemaat dari jemaat O’a yang datang berkebun di Be’bol (1957-1960). Makin hari jemaat pun bertambah maka sepakatlah siadakan kumpulan doa aama dengan kumpulan rumah tangga. Dari kegiatan tersebut meningkat menjadi kebaktian yang dilakukan pada hari minggu.

Anggota majelis yang melayani sesuai ceritra dan catatan para tokoh antara lain Muaa Bang Oill, Yusak Tell, Adrianus Maro, Abner Djolo, Daud Aw.

Tahun 1960, perkumpulan doa di Bo’bel dipindahkan ke Alaanglah. Setelah di Alaanglah, gereja ini diberi nama olah Suma Bang (Yohanis Oill) disebut O’a Seydon kemudian O’a Seydon di Alaanglah dan terakhir disebut O’a Seydon sampai tahun 1963.

Anggota majelis yang melayani di Gereja O’a Seydon yakni 9 orang diantaranya Yusak Tell, Soleman Bana, Thomas Djaha, Nikanor Beli, Soleman Yoab Duka dan Chornelis Nang Oil.

Sebanyak 10 kepala keluarga yang pindah dari Bo’bel ke Alaanglah, semwntara yang turun dari O’a ke Alaanglah sebanyak 12 KK sehingga menjadi 22 KK dengan jumlah anggota sekitar 92 orang. Gedung gereja O’a Seydon dibangun diatas tanah Bernadus Adang, kurang lebih 750 meter dari arah timur Gereja Pae.

Tahun 1960 di daratan Alaanglah sudah ada Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Ebenhazer Bapelang yang merupakan pindahan dari kampung lama Nihing. Sejak itu warga GMIT dengan dedominasi sudah hidup berdampingan.

Perpindahan Pae 3 Kampung dan Mol’om ke Dataran Alaanglah

Rencana perpindahan orang Pae awalnya dari membangun kesepakatan antara Yohanis Oill (Suma Bang) dengan orang-orang Pae yakni Marthinus Dael, Bernadus Lobang, Esau Hiw Adang dengan kesepakatan orang-orang Pae berpindah dari dataran tinggi (Gunung) ke dataran rendah (Pantai) dengan filosofi “Mengisi air didalam bambu, mau penuh dari bawah keatas”.

Padq tanggal 11 Mei 1963, Gereja Pae di La’hi dipindahkan dari Alaanglah. Gedung gereja sementara dibangun diatas tanah milik Samuel Syah berjarak 150 meter dari bibir pantai. Jumlah KK yang rurun ke Alaanglah sebanyak 44 KK dengan jumlah jemaat 117 orang.

Penggabungan Gereja O’a Seydon dengan Gereja Pae

Gereja O’a Seydon bergabung dengan Gereja Pae pada tanggal 1 Januari 1964. Kebakgian natal dan akhir tahun dibuat di masing-masing gereja. Memasuki kebaktian tahun baru tanggal 1 Januari 1964 diadakan kebaktian bersama menjadi awal berdirinya Gereja Alaanglah. Gedung kebaktian beraama ini sendiri berdiri diatas lahan milik Daud Oill (Daud Balol).

Orang-orang tua membangun kesepakatan bahwa gedung kebaktian akan dipandang lebih bagus apabila berada ditempat yang agak ketinggian. Pembahasan panjang di rumah Suma Bang disepakati dibangun di Maitabu. Hal ini pun disetujui oleh Ahmad Bala Nampira.

A.B Nampira dengan Yohanis Oill (Suma Bang) adalah status kakak adik karena Suma Bang diberi nama oleh raja Bala Nampira disebut “Juma”. Akan tetapi lama kelamaan ucapan lebih lancar disebut “Suma” huruf J diganti huruf S.

Suma Bang kemudian didaulat menjadi ketua panitia pembangunan gedung kebaktian yang baru di Maitabu. Suma Bang lalu diminta tinggal dilokasi pembagunan gedung sehingga tempat rumah saat itu berada di belakang konsistori sekarang, sekalipun sudah ada rumah adat, rumah penginapan.

Peletakan batu pertama fondisi gereja pada tanggal tanggal 16 September 1965 dengan ukuran 28×10 meter, luas 280 m2. Pelaksanaannya 1 tahun 9 bulan. Rangka dibangun tahun 1968 (3 tahun). Pentahbisan gedung kebaktian pada tanggal 10 Juli 1988 (20 tahun). Sejak September 1965, nama gereja disebut Jemaat Alaanglah di Maitabu sesuai nama lokasinya. Penggunaan nama tersebut dari tahun 1965-1975 (10 tahun).

Prosesi pembangunan dengan tenaga sampai biaya yang diturunkan melaui ketua-ketua suku yakni suku O’a Lawining, O’a Marang, Pae Dael, Marang Lelang, Pae Lawining A, Pae Lawining B, Molbang A, Molbang B, Mol’om.

Pemberian Nama Elim

Rapat orang tua yang disponsori Eduar S Laoere tahun 1974 dalam ruang pertemuan diruang kebaktian bahwa nama Elim yang lebih cocok dengan kondisi alam karena gunung di Pae ada 1 mata air yang bergabung mengalir turun disebelah timur dari Alaanglah.

Sejak Juli 1974, nama Maitabu diganti dengan nama Elim Alaanglah hingga sekarang. Pemberian nama dilihat dari dua sisi yaitu sisi Alkitabiah dan sisi Alamlah. Wujud perubahan keadaan dati tahun 1964 dengan keadaan tahun 2014, tahun emas Gereja Elim Alaanglah.

Kehadiran 3 tokoh dalam syukuran ulang tahun Gereja Wlim Alaanglah “Tahun Emas” 1 Januari 2014 mepunyai makna tersendiri bagi jemaat.

Suara gembala oleh Ketua Majelis Jemaat Kalsis Abal, Pdt. Yakobus Pulamau, S.Th mengatakan, sejarah Gereja Elim Alaanglah yang dibacakan masih dianggap sekikir karena tidak ada bentuk kerjasama dengan pihak lain misalnya pemerintah, gereja dan agama lain. Kritikan dan saran tersebut kemudian diwujudkan dengan ditambahnya 1 bab dalam sejarah gereja yakni bab VI.

Aaran tokoh panutan, Bupati dia periode, Ir. Ans Takalapeta mengatakan, kalau orang tua kita aaat itu masih dibatasi oleh kurangnya SDM dan SDA tetapi mereka tetap berjuang. Gedung dan fasilitasnya pun kemudian dibangun dengan ukuran 20×1 m dengan luas 360 m2.

Emiritus Pdt. Meri Kalawali-Kafelbang yang memimpin kebaktian syukuran “Tahun Emas” mengatakan, jika gereja sudah berusia 50 tahun mala jemaat harus bekerja keras agar gereja menjadi gereja yang simpatik, tangguh, mandiri dan misioner.

Sesuai pergumulan jemaat, aalah satu dari keempat hal tersebut maka mata jemaat Elim Alaanglah berubah status menjadi Jemaat Mandiri berdasarkan atas SK Majelis Sinode tanggal 1 Nopember 2015. (*Pepenk)

Komentar Anda?

Related posts