Tanah Transdat Buat Markas TNI dan Perumahan Purnawirawan

Oelamasi, seputar-ntt.com – Tahun 1976 Pemerintah Daerah menyerahkan tanah seluas 100 hektar kepada TNI yang diperuntukkan bagi pembangunan Markas TNI, Perumahan dan usaha Purnawirawan TNI Angkatan Darat. Karena itu, saat ini 35 Kepala Keluarga (KK) yang menempati tanah Transdat di RT 39/RT 16 Kelurahan Naibonat Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang bersikukuh menemati tanah tersebut dan mengharapkan adanya status hokum yang jelas dari polemik yang sedang terjadi saat ini.

“Kita sebagai warga negara Indonesia selama ini tidak dapat kepastian hukum yang jelas daripada tempat yang tahun 1976 itu ada penyerahan tanah Negara oleh pemerintah daerah kepada pihak TNI seluas 100 hektar. Tanah seluas 100 hektar tersebut diberikan untuk 2 peruntukan yakni bagi markas TNI dan satunya lagi adalah perumahan dan usaha bagi purnawirawan TNI angkatan darat,” kata koordinator 35 KK warga Transdat, Anselmus G. Djoko, Senin (3/3/2014) di Oelamasi.

Menurut Ansel, tanah Transdat ini sudah menjadi perjuangan panjang warga Transdat sebanyak 35 KK selama 26 tahun yakni sejak tahun 1987. Sebab sejak tahun 1987 itu, 35 KK tersebut telah meminta kepastian hokum atas tanah yang ditempati dari TNI tapi tidak pernah ada satu jawaban yang pasti sampai saat ini.

“Walaupun Danremnya sudah ganti beberapa kali dan selalu dikatakan sudah ada usulan ke Pangdam dan dari Pangdam kepada Kasad tapi sampai sekarang belum ada kepastian juga,” katanya.

Dikatakan, sesuai pernyataan pemerintah setelah dilakukan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) maka tanah Transdat itu bukan lagi 100 hektar tetapi menjadi 107 hektar. Yang mana dalam gambar kondisi oleh BPN itu, untuk markas TNI itu 54 hektar dan 53 hektar untuk perumahan dan usaha bagi purnawirawan TNI angkatan darat.

Cuma dalam perjalanan, kata Ansel lagi, TNI secara sepihak memasukkan semua itu dalam asset milik TNI tanpa sepengetahuan 35 KK yang telah menempati tanah ini. Sehingga yang menjadi pertanyaan warga ialah mengapa tidak ada transparansi dari TNI saat itu kepada 35 KK kalau memang itu asetnya TNI.

“Sampaikanlah secara transparan kepada warga sehingga warga 35 KK ini bisa keluar dan menempati tanah Negara yang masih kosong ketika itu (Tahun 1976,red). Ini yang menjadi penyesalan kita,” tambah Ansel.

Disinggung soal dengar pendapat bersama DPRD Kabupaten Kupang, Ansel mengaku hasil dengar pendapat dengan dewan sangat mengecewakan warga Transdat. Padahal pihaknya berharap ada hasil yang bisa ditindaklanjuti. Dirinya mencurigai sudah ada setingan dalam pertemuan dengar pendapat itu.

Sebab sebelum pertemuan dilakukan, Komandan Kodim bersama ketua dewan, Oktory Gasperz terlihat bersama dalam ruangan ketua dewan. Padahal kehadiran Komandan Kodim ke gedung dewan atas permintaan pihaknya melalui surat resmi masyarakat.

“Harusnya saya dengan Dandim bersama Ketua dewan itu duduk bicarakan sebelum rapat itu bukan mereka berdua saja dalam ruangan ketua dewan itu. Akhirnya rapat dengar pendapat gabungan komisi tersebut banyak anggota dewan yang tidak diberi kesempatan untuk berpendapat. Semua seperti diarahkan ketua dewan,” paparnya.

Padahal maksud dari dengar pendapat itu, sebut Ansel, bisa dihasilkan sebuah risalah rapat yang dapat dijadikan rekomendasi. Tapi hal itu tidak ada sebab ketika warga mau bicara dibatasi. Begitu juga ketika  wakil pemerintah mau bicara juga dibatasi. Akhirnya, warga Transdat menilai tindakan Ketua DPRD Kabupaten Kupang itu sangat arogan lantaran membatasi suatu system demokrasi yang baik.

“Beberapa anggota dewan ada yang walk out karena kecewa. Janganlah begitu karena wakil rakyat itu dipilih untuk kepentingan rakyat dan bukan untuk kepentingan TNI. Jadi saya anggap tidak ada hasil rapat dengar pendapat tersebut karena saya pikir sebuah rapat dengar pendapat tersebut harus ada tindaklanjut yaitu, risalah rapat harus dibacakan. Kedua, dari risalah itu mungkin harus turun lapangan atau apa untuk melahirkan suatu rekomendasi dari para wakil rakyat kepada pemerintah. Tapi kita harapkan dari wakil rakyat seperti itu sayangnya ketua DPRD buat seolah-olah dia raja diatas segala raja, apalagi membatasi hak-hak berbicara dalam rapat. Sampai kapanpun saya akan perjuangkan karena peruntukan tadi jelas,” tandas Ansel. (sho)

Komentar Anda?

Related posts