Kupang, seputar-ntt.com – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan menegaskan, tidak ada pihak manapun yang bisa membatalkan rencana pemerintah indonesia untuk mengeksekusi mati terhadap dua terpidana kasus narkoba asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Penegasan itu disampaikan Zulkifli Hasan, Senin (16/2/2015) di Kupang terkait permintaan Sekertaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-Moon yang meminta agar pemerintah Indonesia dalam hal ini Kejaksaan Agung untuk tidak mengeksekusi dua terpidana kasus Narkoba asal Australia.
“Kita negara merdeka yang punya kedaulatan dan aturan hukum sendiri, jadi tidak ada pihak manapun yang bisa membatalkan, termasuk PBB,” tegas Zulkifli Hasan.
Secara kelembagaan, kata Zulkifli Hasan, pihaknya mendukung keputusan Kejaksaan Agung untuk mengeksekusi dua terpidana mati kasus narkoba asal Australia, sebab kejahatan narkoba jelasnya tidak saja merusak diri sendiri, tetapi dapat merusak seluruh anak bangsa.
“Hukuman mati harus tetap dijalankan,” tegasnya.
Untuk diketahui, Bali Nine adalah sebutan yang diberikan media massa kepada sembilan orang Australia yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali, Indonesia dalam usaha menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia.
Kesembilan orang tersebut adalah, Andrew Chan yang disebut pihak Kepolisian sebagai “godfather” kelompok Bali Nine, Myuran Sukumaran, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tach Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush dan Martin Stephens.
Sementara itu terkait dengan pernyataan Sekjen PBB Ban Ki-Moon yang telah menyurati pemerintah Indonesia dan menelepon Menlu Indonesia untuk menghentikan eksekusi gembong narkoba, mendapat reaksi beragam dari berbagai kalangan yang meminta agar PBB tidak melakukan intervensi pada kebijakan hukum Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi bagian dari United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substance 1988 (Konvensi Narkotika dan Psikotropika).
Konvensi ini memberikan ruang untuk sebuah negara memaksimalkan efektivitas penegakan hukum untuk pidana narkotika dan psikotropika dengan memperhatikan kebutuhan untuk mencegah kejahatan tersebut.
Komitmen itu lalu diratifikasi dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substance 1988. (van)